12 Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Omnimbus Law RUU Cilaka

Fraksi Rakyat Indonesia tolak Omnibus Law
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA – Berbagai organisasi dan elemen masyarakat yang tergabung dalam  Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) sepakat menolak terkait dengan rencana pemerintah yang akan menerapkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja atau (RUU Cilaka).

Nining Elitos, perwakilan dari FRI menyebutkan, bahwa Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka) merupakan alat pemerintah untuk mendapatkan investasi asing melalui cara-cara kolonial.

Kata dia, RUU Cilaka juga yang akan diterapkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo ini tentunya mengembalikan politik pertanahan nasional ke zaman kolonial.

"Aturan tersebut sama-sama berambisi untuk mempermudah pembukaan lahan sebanyak-banyaknya untuk
investasi asing dengan merampas hak atas tanah dan ruang kelola masyarakat adat dan lokal," kata Nining di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Januari 2020 dilansir dari VIVAnews.

Maka, sebanyak 40 elemen masyarakat dari berbagai kalangan bersikap tegas menolak Omnibus Law RUU Cilaka. Ada 12 alasan mereka menolak Omnibus Law RUU Cilaka tersebut.

1. Melegitimasi investasi perusak lingkungan, mengabaikan investasi rakyat dan masyarakat adat yang lebih ramah lingkungan dan menyejahterakan.

2. Penyusunan RUU Cilaka cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil, dan mendaur ulang pasal inkonstitusional. 

3. Satgas Omnibus law bersifat elitis dan tidak mengakomodasi elemen masyarakat yang terdampak keberadaan seperangkat RUU Omnibus law.

4. Sentralisme kewenangan yaitu kebijakan ditarik ke pemerintah pusat yang mencederai semangat reformasi.

5. Celah korupsi melebar akibat mekanisme pengawasan yang dipersempit dan penghilangan hak gugat oleh rakyat.

6. Perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat.

7. Percepatan krisis lingkungan hidup akibat investasi yang meningkatkan
pencemaran lingkungan, bencana ekologis (man-made disaster), dan kerusakan lingkungan.

8. Menerapkan perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam, dan perluasan kerja kontrak-outsourcing.

9. Potensi PHK massal dan memburuknya kondisi kerja.

10. Membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah.

11. Memiskinkan petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan dan anak, difabel, dan kelompok minoritas keyakinan, gender dan seksual.

12.Kriminalisasi, represi, dan kekerasan negara terhadap rakyat, sementara negara memberikan kekebalan dan keistimewaan hukum kepada para pengusaha.