Parah, 77 Siswa Sekolah Dipaksa Makan Tinja

Komisioner KPAI Retno Listyarti
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Tujuh puluh tujuh siswa di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT) diberikan sanksi tak manusiawi yakni makan kotoran manusia alias tinja. KPAI menilai, sanksi yang diterima 77 siswa kelas VII Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere tersebut jelas melanggar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Diketahui, dua orang siswa kelas XII yang dianggap senior memaksa 77 siswa kelas VII yakni juniornya memakan feses atau kotoran manusia sebagai sanksi atas pelanggaran. Kejadian tersebut terjadi pada Rabu, 19 Februari 2020 di NTT. 

"Jika memang terbukti maka ada pelanggaran Undang Undang tentang Perlindungan Anak," kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti melalui siaran pers pada Selasa, 25 Februari 2020 sebagaimana dikutip dari laman VIVAnews.

Diketahui bahwa dalam Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menjelaskan setiap anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial. Oleh karena itu upaya perlindungan dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.

"Pihak sekolah menurut Pasal 54 UU Perlindungan anak wajib melindungi peserta didik dari berbagai bentuk kekerasan, baik yg dilakukan pendidik, tenaga kependidikan maupun peserta didik. Menghukum dengan memakan feses dapat dikategorikan sebagai tindakan kekerasan," ucap Retno.

Lebih jauh, peristiwa yang melibatkan kakak dan adik kelas itu mengindikasi adanya kelemahan pihak sekolah dalam melindugi para siswa. Karena itu KPAI mendorong dinas terkait untuk memeriksa guru atau pihak sekolah yang terlibat. 

"Kalaupun kakak kelas terduga pelakunya, namun tetap saja ada kesalahan pihak sekolah. Kesalahan anak tidak berdiri sendiri, diantaranya ada kelemahan pengawasan di sekolah, itu artinya bentuk kelalaian pihak sekolah juga," 

Retno mengatakan untuk itu dia akan berkoordinasi dengan instansi setempat perihal kondisi psikologis korban yang mengalami kekerasan. Menurutnya, korban yang mengalami trauma pasti membutuhkan rehabilitas.

"Maka kami akan melakukan pengawasan langsung dan rapat koordinasi dengan pemerintah daerah Sikka, P2TP2A, Dinas PPPA SIkka, Disdik, Dinkes, dan lembaga lainnya," kata dia.