Dewan Guru Besar FK UI Minta Pemerintah Lakukan Lockdown, Ini Suratnya

Perawat bawa pasien dalam pengawasan virus corona COVID-19.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

VIVA – Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengeluarkan surat rekomendasi untuk pemerintah terkait pencegahan penyebaran virus corona atau COVID-19. Poinnya, pemerintah disarankan melakukan lockdown di wilayah tertentu.

"Dewan Guru Besar Fakultas @KedokteranUI mengeluarkan rekomendasi untuk pemerintah terkait #COVID19. Beberapa poin di antaranya mempertimbangkan lockdown lokal/selektif, menyediakan APD, memperbaiki koordinasi antarlembaga dan mengambil keputusan berdasarkan evidance-based. Penting untuk diikuti," kata dokter spesialis Rumah Sakit Omni Pulomas, dr. Dirga Sakti Rambe lewat Twitter yang dikutip pada Jumat, 27 Maret 2020.

Adapun, ada empat surat yang diunggah dokter Dirga Sakti terkait rekomendasi dari Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan pernyataan Prof. dr Siti Setiati selaku Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tertanggal Kamis, 26 Maret 2020.

Surat tertanggal 26 Maret 2020, terdapat tujuh poin rekomendasi untuk pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berikut isi surat yang diunggah dokter Dirga Sakti.

Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo
Di tempat

Imbauan bagi Pemerintah Indonesia terkait Penanganan Infeksi COVID-19

1. Situasi COVID-19 di Indonesia

Indonesia berada pada ranking-5 kasus dengan case fatality rate (CFR) tertinggi ke-5 di dunia, dengan CFR 8-10 persen. Berdasarkan proyeksi CFR dunia sebagai CFR Indonesia, kemungkinan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia saat ini adalah sekitar 1.300 kasus.

2. Perimbangan local lockdown atau karantina wilayah secara selektif dapat menjadi salah satu alternatif bagi Indonesia

Local lockdown atau karantina wilayah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, merupakan sebuah langkah menutup sebuah wilayah/provinsi yang sudah terjangkit infeksi COVID-19. Dengan demikian, diharapkan dapat memutuskan rantai penularan infeksi baik di dalam maupun di luar wilayah.

Karantina wilayah disarankan dilakukan selama minimal 14 hari di provinsi-provinsi yang menjadi episentrum (zona merah) penyebaran COVID-10, atau daerah lain dengan berbagai pertimbangan.

Karantina wilayah akan memudahkan negara untuk menghitung kebutuhan sumber daya untuk penanganan di rumah sakit, seperti sumber daya manusia, alat pelindung diri (APD), fasilitas rumah sakit. Pelaksanaan lockdown lokal ini dilakukan dengan melibatkan kerja sama lintas sektor yang matang dan melibatkan pemerintah daerah.

3. Penyediaan APD yang cukup untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan, terutama RS pemerintah

Ketersediaan APD yang cukup sangat penting dalam kondisi pandemi COVID-19 untuk paa tenaga medis. Bila APD tidak tersedia cukup, ditakutkan akan berdampak buruk bagi tenaga kesehatan maupun pelayanan kesehatan yang diberikan di Indonesia. APD yang cukup sangat diperlukan untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit pemerintah. Rumah sakit swasta perlu juga diberikan akses untuk membeli APD dengan harga yang pantas.

4. Aturan yang sangat tegas untuk diam di rumah

Aturan tegas perlu diberlakukan untuk membuat rakyat tetap diam di rumah selama periode pembatasan sosial ini. Denda spesifik diberikan untuk setiap individu maupun perusahaan yang melanggar.

Kerja sama dan koordinasi pemerintah, seluruh elemen masyarakat (seperti TNI, Polri, pemimpin daerah, pemuka agama, tokoh adat) sangat dibutuhkan sehingga menjadi gerakan sosial. Dengan tingkat kepatuhan tinggi berdasarkan 16 penelitian, karantina di rumah efektif dalam memperlambat penyebaran penyakit.

5. Rencana mitigasi dan rencana strategis penanganan pasien suspek dan konfirmasi COVID-19

Dengan membagi perawatan pasien menjadi perawatan di rumah untuk pasien orang dalam pemantauan (ODP) dengan melibatkan tenaga Puskesmas, perawatan di rumah sakit untuk pasien dalam pengawasan (PDP).

Strategi lain adalah penguatan sistem pelayanan kesehatan, networking antar fasilitas kesehatan, penguatan sistem penunjang pelayanan kesehatan dan jaminan asuransi untuk tenaga kesehatan dan sumber daya manusia penunjang lain yang terlibat.

6. Koordinasi yang baik antar kementerian dan lembaga-lembaga terkait sangat diperlukan agar pelaksanaan di lapangan menjadi lebih terarah dan terlaksana dengan baik

7. Dalam pengambilan keputusan, seyogyanya berbasis bukti (evidence based) dan melibatkan para pakar di bidangnya termasuk ahli komunikasi masyarakat