Belum Mulai PSBB Banyak Pekerja Kena PHK, Apalagi Kalau Sudah

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid
Sumber :
  • VIVA / Foe Peace

VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kementerian Ketenagakerjaan didesak untuk menjamin perlindungan keamanan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja dari seluruh sektor terutama kelompok rentan serta pekerja informal selama penanggulangan virus Corona COVID-19 di Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid
mengatakan, pihaknya bersama Lembaga Pusat Studi dan Advokasi
Ketenagakerjaan Trade Unions Rights Centre (TURC) mengirim surat
terbuka kepada Presiden Jokowi pada 6 April 2020.

Menurut dia, pekerja industri rumahan maupun UMKM, pekerja harian
lepas dan pekerja berpenghasilan rendah terancam pemotongan upah dan kehilangan pekerjaan akibat COVID-19.

"Tidak semua pekerja bisa menerapkan himbauan bekerja dari rumah.
Ancaman tersebut bisa diperburuk apabila status Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) telah resmi diberlakukan," kata Usman melalui
keterangan tertulisnya pada Rabu, 8 April 2020.

Usman menjelaskan PSBB akan menimbulkan efek domino bagi aktivitas rantai produksi termasuk aktifitas di DKI Jakarta yang bakal menerapkan PSBB pada Jumat, 10 April 2020. "Perlahan namun pasti, aktivitas rantai produksi perusahaan akan berhenti, pendapatan masyarakat akan berkurang bahkan hilang dan konsumsi nasional akan terganggu," ujarnya.

Memang, kata dia, pemerintah telah menyiapkan Bantuan Langsung Tunai
(BLT) maupun insentif melalui kartu pra-kerja namun belum ada kejelasan terkait skema distribusi dan apakah distribusi BLT dan kartu pra-kerja tersebut sudah berjalan efektif.

"Kartu pra-kerja belum ditunjang sistem integrasi yang menghubungkan
pekerja ke lapangan pekerjaan yang tersedia sesuai keahliannya.
Sementara BLT hanya menyasar keluarga yang berpenghasilan rendah dan miskin, bukan menyasar individu pekerjanya," kata Usman.

Manajer Media Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri mengatakan pihaknya bersama TURC menemukan sudah banyak pekerja yang dirumahkan tanpa dibayarkan upahnya selama pelaksanaan penanggulangan COVID-19. Bahkan, ada yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Selain itu, masih terdapat perusahaan yang belum menerapkan pola
hidup bersih dan standar kesehatan kerja yang memadai," jelas dia.

Sementara Direktur Eksekutif TURC, Andriko Otang mengatakan
berdasarkan data yang dihimpun dari Serikat Pekerja bahwa di wilayah
DKI Jakarta terdapat 88.835 pekerja dari 11.104 perusahaan yang terkena dampak dirumahkan dan di PHK. Dengan rincian 72.770 pekerja
dari 9.096 perusahaan statusnya dirumahkan, dan 16.065 pekerja dari
2.008 perusahaan dikenakan PHK.

"Karena itu, pilihan antara dirumahkan atau PHK adalah pilihan yang sama buruknya bagi para pekerja. Maka, pemerintah harus hadir untuk mengawasi perusahaan agar patuh terhadap ketentuan yang berlaku dan
mendorong perusahaan untuk aktif mengajak serikat pekerja berdialog
melalui forum bipartit, untuk menemukan solusi terbaik," kata Andriko.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus mengawasi agar pengambilan
cuti tidak lantas dihitung oleh perusahaan sebagai hutang buruh, yang dapat dijadikan dasar untuk menghapus hak cuti lainnya berdasarkan UU Ketenagakerjaan, atau lebih buruk, menjadi alasan untuk PHK.

Amnesty International Indonesia dan TURC mengajak masyarakat untuk
menyuarakan perlindungan keselamatan serta kesejahteraan pekerja dengan menandatangani petisi online 'Desak pemerintah lindungi hak
pekerja saat wabah COVID-19'. Siapapun bisa bergabung dengan petisi
ini dengan memasukkan nama dan alamat email ke tautan berikut:
http://bit.ly/lindungihakpekerja.