Pemerintah RI Bantah Tudingan Asing soal Tutupi Data Meninggal Corona

KORBAN MENINGGAL AKIBAT COVID-19 TERUS BERTAMBAH, Pemakaman, Virus Corona,
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menjamin soal kesahihan data Corona di Indonesia. Diketahui data setiap hari pembaharuannya disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 setiap hari adalah data Corona yang telah diverifikasi, divalidasi berkali-kali dan tidak ada yang ditutup-tutupi.

"Data yang sudah disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 merupakan data yang betul-betul sudah melewati verifikasi dan validasi cukup ketat," kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Didik Budijanto di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 28 April 2020. 

Kementerian Kesehatan menekankan bahwa tidak ada data yang ditutup-tutupi. Jika pun ada data yang berbeda baik di daerah dengan data yang disampaikan oleh jubir pemerintah, bisa terjadi karena perhitungan waktu penutupan perhitungan yang disepakati tidak sama oleh beberapa instansi antara kementerian-lembaga.

Adapun alur pengumpulan data Corona COVID-19 di Indonesia yakni dimulai dari laboratorium jejaring Badan Litbang Kesehatan Kemenkes kemudian dikirimkan dan dikompilasi di laboratorium Balitbang Kesehatan Kemenkes.

Pada tahap ini, Balitbang Kesehatan Kemenkes kemudian melakukan validasi dan verifikasi data agar benar-benar sesuai dan tepat.

"Karena ada beberapa orang yang pemeriksaannya bisa satu sampai empat kali, oleh karena itu perlu validasi dan verifikasi," ujarnya. 

Setelah itu, data dari Balitbang Kesehatan dikirimkan ke Pusat Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (PHOEC) Kementerian Kesehatan yang kemudian juga dilakukan proses validasi dan verifikasi. PHOEC juga menerima data dari dinas kesehatan tiap provinsi di seluruh Indonesia terkait penelusuran epidemiologi tiap daerah bersangkutan.

Data yang diberikan oleh dinas kesehatan provinsi juga mencakup informasi mengenai jumlah spesimen dan banyaknya orang yang diperiksa, hasil positif dan negatif dari pemeriksaan tiap daerah, dan juga data orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) di wilayah itu.

Selanjutnya PHOEC meneruskan data tersebut kepada Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan yang kemudian kembali dilakukan proses verifikasi dan validasi. Data yang dimiliki oleh Pusat Data dan Informasi Kemenkes yang disimpan pada sistem gudang data juga terintegrasi dengan sistem Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19.

"Setiap ada data baru yang diperbarui di gudang data Kemenkes, secara otomatis data tersebut juga diperbarui di sistem data Gugus Tugas dalam waktu 12 menit setelah ada pembaruan data di Kementerian Kesehatan," ujarnya. 

Sebelumnya dilaporkan lebih dari 2.200 orang Indonesia telah meninggal dunia dengan gejala akut COVID-19, tetapi tidak dicatat sebagai korban dari virus ini. Informasi tersebut diungkapkan oleh salah satu media asing berdasarkan data 16 provinsi dari total 34 provinsi di Indonesia.

Tiga ahli medis mengatakan angka-angka tersebut mengindikasikan jumlah korban jiwa nasional akibat virus COVID-19 kemungkinan jauh lebih tinggi dibandingkan angka resmi saat ini yaitu 765 korban jiwa.

Dilansir dari Channel News Asia, Selasa 28 April 2020, data terbaru dari 16 provinsi menunjukkan ada 2.212 pasien dalam pengawasan, karena mereka memiliki gejala virus Corona akut. Kementerian Kesehatan RI menggunakan akronim pasien dalam pengawasan atau PDP, untuk mengklasifikasikan pasien-pasien ini ketika tidak ada penjelasan klinis lain untuk gejalanya.

Namun pemerintah Indonesia membantah hal tersebut.

Pemerintah juga belum lama ini telah meluncurkan satu data Corona COVID-19 yang terintegrasi dalam satu sistem sehingga meniadakan perbedaan akan data. Kementerian Kesehatan akan terus meningkatkan perbaikan data terkait COVID-19 baik dari segi kualitas maupun juga kuantitas.

Baca juga: Laju Penularan Corona di Indonesia Sudah Flat, Benarkah Demikian?