PPATK dan Kemendagri Sepakat Lindungi Koperasi dari Tindak Kejahatan

Mendagri, Tito Karnavian, bersama Kepala PPATK, Dian Ediana Rae
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri pada Selasa 16 Juni 2020. Rapat ini dihadiri langsung oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dan Kepala PPATK, Dian Ediana Rae.

Pertemuan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) secara sehat, sehingga dapat berperan optimal dalam pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

Untuk mencapai maksud tersebut, KSP dan USP perlu dilindungi dari kemungkinan masuknya kejahatan, termasuk pencucian uang dan pendanaan terorisme

Maka dari itu, pertemuan hari ini antara PPATK dan Kemendagri diadakan untuk meningkatkan koordinasi pencegahan serta pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme yang memanfaatkan KSP atau USP yang berada di bawah pengawasan Pemerintah Daerah (Pemda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Pertemuan ini juga membahas strategi perlindungan dan pengawasan yang efektif terhadap Non-Profit Organization (NPO) yang rentan digunakan sebagai sarana pendanaan terorisme.

Kepala PPATK, Dian Ediana Rae menyebut, pertemuan koordinasi dengan Kemendagri sebagai upaya bersama untuk menutup semua jalur yang mungkin digunakan untuk tindak pidana pencucian uang. PPATK pun akan terus mengejar uang hasil kejahatan ekonomi yang disimpan di dalam maupun luar negeri, secara persisten dan berkelanjutan.

"Pertemuan dan sinergi dengan Kemendagri adalah bagian penting dari upaya PPATK mendukung penegakan hukum serta menjaga stabilitas dan integritas perekonomian guna membangun sistem ekonomi dan keuangan yang sehat," kata Dian, dalam siaran pers, Selasa 16 Juni 2020.

Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengapresiasi urgensi pertemuan ini, dan menyatakan siap bersinergi dengan PPATK dalam membangun skema pengawasan yang lebih optimal guna menjaga koperasi atau NPO agar tidak disalahgunakan sebagai sarana kejahatan.

Lebih lanjut, Tito mengatakan, upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terkait penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan kepada PPATK.

Mendagri juga berjanji akan menerbitkan produk kebijakan dari Kemendagri kepada seluruh Pemda tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk meningkatkan pembinaan terhadap seluruh KSP dan USP. Hal itu untuk melindungi kinerja KSP dan USP dari tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.

"Pengawasan terhadap KSP, USP, perizinan bagi perusahaan properti, pedagang kendaraan bermotor, dan pedagang perhiasan perhiasan/emas, akan terus dievaluasi karena masih rentannya beberapa unit usaha tersebut dijadikan sarana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme," ujar Tito.

Berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, tidak kurang terdapat 11.672 populasi yang terdiri atas 7.326 perusahaan/agen properti, 3.305 pedagang kendaraan bermotor, 877 pedagang permata dan perhiasan/logam, serta 49 pedagang barang seni dan antik.

Dari total populasi itu, baru 1.535 yang teregister di PPATK dengan rincian 1.090 perusahaan/agen properti, 351 pedagang kendaraan bermotor, 27 pedagang permata dan perhiasan/logam, serta 2 pedagang barang seni dan antik. Pihak yang teregister tersebut, telah menyampaikan 3.806 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) selama periode 2012 hingga Juni 2020.

Atas dasar ini, sinergi PPATK dengan Kemendagri sangat diperlukan untuk memperkuat kepatuhan terhadap rezim aturan anti-pencucian uang dan pendanaan terorisme (APU/PPT) dari seluruh pihak. 

Pertemuan ini menghasilkan komitmen kerja sama yang positif dari kedua lembaga. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan Mendagri yang mendukung segala bentuk kerja sama, termasuk Nota Kesepahaman dengan PPATK.