Jaksa: Alasan Spontanitas Celakai Novel Baswedan Tak Berdasar

Dua pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abdul Wahab

VIVA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi nota pembelaan kedua terdakwa pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Dalam repliknya, Jaksa menegaskan alasan spontanitas menyiramkan air keras terhadap Novel tidak berdasar.

"Alasan spontanitas tidak beralasan, sehingga tidak dapat diterima," kata Jaksa Satria Irawan membacakan tanggapan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin, 22 Juni 2020.

Satria mengungkapkan, kesimpulan pengacara terdakwa yang menyebut tak ada maksud untuk mencelakai korban dalam hal ini Novel tidak berdasar. Akibat ulah kedua terdakwa, mata kiri Novel tidak berfungsi dan mata kanan hanya berfungsi 50 persen.

"Dapat disimpulkan penasihat hukum mengatakan tidak ada maksud mencelakai korban, itu hanya keterangan terdakwa tanpa didukung alat bukti," ucapnya.

Berdasarkan fakta persidangan, Jaksa Satria menuturkan, terdakwa Rahmat Kadir pada April 2017 mengetahui di pemberitaan kalau Novel Baswedan telah berkhianat. Dalam hal ini terkait dugaan kasus sarang burung walet saat Novel masih menjabat sebagai Kasatreskrim Polres Bengkulu.

"Ketika ada pemberitaan soal Novel telah berkhianat, sehingga timbul keinginan memberi pelajaran dan membuat Novel mengalami luka berat," ungkapnya.

Jaksa menambahkan, pembelaan terkait tidak pernah memikirkan melakukan penganiayaan berat hanya memberi pelajaran kepada Novel, tidak beralasan. Karena, perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan mata kiri Novel tidak berfungsi dan mata kanan hanya berfungsi 50 persen.

"Dengan demikian, dalil penasihat hukum tidak ada maksud terdakwa celakai korban tidak beralasan sehingga tidak dapat diterima," paparnya.

Dalam nota pembelaan (Pledoi) kedua terdakwa yang dibacakan Senin pekan lalu, melalui tim kuasa hukum menyatakan, Rahmat Kadir bukan merencanakan penyerangan kepada Novel, melainkan spontan. Malam hari sebelum penyerangan pada 11 April 2017, Rahmat tidak dapat tidur.

Terdakwa memikirkan tindakan terhadap Novel yang diklaim tidak bersikap ksatria dalam kasus tewasnya pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Menurutnya, kasus burung walet menempatkan Novel sebagai kepala satuan reserse kriminal yang bertanggungjawab atas tewasnya pencuri.

Kasusnya sempat ditangani kejaksaan, tapi dihentikan karena tak cukup bukti dan kedaluwarsa. Keterlibatan Novel dalam kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet dianggap sebagai motif penyerangan terdakwa Rahmat. Bukan berkaitan kinerja Novel di KPK.

“Jiwa korsa yang tinggi dalam diri terdakwa (Rahmat) menjadikannya sedikit gelap mata, sehingga terdakwa melakukan penyiraman tersebut sebagai bentuk untuk mengingatkan saksi korban agar (Novel) dapat bersikap ksatria dan tidak mengorbankan anak buah dan institusi yang membesarkannya,” kata pengacara kedua terdakwa, Widodo membacakan nota pembelaan atau pledoi di PN Jakarta Utara, Senin, 15 Juni 2020.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap berpegangan pada tuntutan 1 tahun penjara. Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut Pasal 353 ayat 2 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Presiden Tetapkan Lima Deputi KSP, Berikut Profilnya