Kalimantan Timur Ibukota Baru, Tidak Bebas Gempa dan Tsunami

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Dr. Daryono.
Sumber :
  • Dr. Daryono.

VIVA – Secara geologi dan tektonik, di wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai ibu kota baru terdapat tiga struktur sesar sumber gempa. Sesar Maratua, Sesar Mangkalihat, dan Sesar Paternoster.

Hasil monitoring kegempaan oleh BMKG terhadap Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat di wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur, menunjukkan tanda yang masih sangat aktif. Tampak dalam peta seismisitas pada dua zona sesar ini aktivitas kegempaannya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur.

Catatan sejarah gempa signifikan dan merusak yang pernah terjadi di wilayah Provinsi Kaltim berkaitan dengan Sesar Maratua dan Sesar Sangkulirang ini adalah sebagai berikut:

1. Gempa dan Tsunami Sangkulirang pada 14 Mei 1921. Dampak gempa Sangkulirang dilaporkan menimbulkan kerusakan memiliki skala intensitas VII-VIII MMI, yang artinya banyak bangunan mengalami kerusakan sedang hingga berat. Gempa kuat ini diikuti tsunami yang mengakibatkan kerusakan di sepanjang pantai dan muara sungai di Sangkulirang, Kaltim.

2. Gempa Tanjung Mangkalihat berkekuatan M=5,7 pada 16 November 1964.

3. Gempa Kutai Timur berkekuatan M=5,1 pada 4 Juni 1982.

4. Gempa Muarabulan, Kutai Timur, berkekuatan M=5,1 pada 31 Juli 1983.

5. Gempa Mangkalihat berkekuatan M=5,4 pada 16 Juni 2000.

6. Gempa Tanjungredep berkekuatan M=5,4 pada 31 Januari 2006.

7. Gempa Muaralasan, Berau, berkekuatan M=5,3 pada 24 Februari 2007.

Berdasarkan hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) pada 2017, Sesar Mangkalihat memiliki potensi magnitudo mencapai M=7,0. Sebagai gambaran skenario tingkat guncangan (shake map) akibat gempa yang bersumber dari Sesar Mangkalihat dapat berdampak hingga skala intensitas VI-VII MMI.

Artinya gempa yang terjadi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat di Semenajung Mangkalihat dan sekitarnya.

Sementara itu, Sesar Paternoster yang jalurnya berarah barat-timur melintasi wilayah Kabupaten Paser, meskipun termasuk kategori sesar berusia tersier, tetapi hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa di jalur sesar ini masih sering terjadi gempa.

Catatan gempa di Kabupaten Paser cukup banyak. Salah satu gempa yang paling kuat adalah Gempa Paser berkekuatan M=6,1 pada 26 Oktober 1957, sementara peristiwa gempa tektonik yang terbaru adalah Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019, berkekuatan M=4,1 yang guncangannya sempat menimbulkan kepanikan masyarakat.

Potensi Tsunami

Melihat catatan sejarah tsunami masa lalu, pantai timur Provinsi Kaltim sebenarnya bukanlah kawasan aman tsunami. Peristiwa tsunami destruktif di Sangkulirang pada 14 Mei 1921 kiranya cukup sebagai bukti kerawanan tsunami di wilayah ini.

Keberadaan Pantai Timur Kaltim yang berhadapan dengan North Sulawesi Megathrust tentu juga patut diwaspadai. Hasil pemodelan skenario tsunami akibat gempabumi berkekuatan M=8,5 yang berpusat di zona megathrust Sulawesi Utara menggunakan TOAST (Tsunami Observation and Simulation Terminal) di BMKG menunjukkan bahwa di Pantai Kalimantan Timur berpotensi terjadi tsunami dengan status ancaman 'awas' dengan tinggi tsunami di atas 3 meter.

Mitigasi  

Semua informasi mengenai potensi gempa dan tsunami harus direspons dengan upaya mitigasi. Risiko bencana di daerah rawan dapat kita tekan sekecil mungkin dengan upaya mitigasi yang benar, tepat, dan sungguh-sungguh.

Seluruh gempa yang bersumber di wilayah Kalimantan Timur dipicu oleh aktivitas sesar aktif, sehingga meskipun magnitudonya tidak sebesar yang bersumber di zona megathrust maka tetap dapat berdampak merusak bangunan jika tidak diantisipasi dengan sebaik-baiknya.

Potensi bahaya gempa bumi harus diantisipasi dengan menerapkan building code dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan.
Alternatif lain bagi mereka yang belum memungkinkan membagunan bangunan tahan gempa maka dapat membangunnya dari bahan ringan seperti kayu atau bambu yang didisain menarik.

Mitigasi tsunami juga dapat dilakukan dengan melakukan penataan ruang pantai yang aman tsunami, termasuk dalam hal ini perlunya membuat hutan pantai (coastal forest), selanjutnya memastikan masyarakat pantai memahami konsep evakuasi mandiri, dengan menjadikan gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami.

Selain itu masyarakat harus memahami bagaimana cara selamat saat terjadi gempa bumi dan tsunami. Jika wilayah tempat kita tinggal termasuk daerah rawan, maka yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas stakeholder, dan masyarakatnya, serta infrastrukturnya untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi.

Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi tersebut maka kita dapat menekan hingga sekecil mungkin risiko bencana yang mungkin terjadi, sehingga meski kita tinggal di daerah rawan gempa dan tsunami kita akan dapat hidup aman dan nyaman.

Ditulis oleh Dr Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG

Di Jakarta, 23 Agustus 2019.