Menteri Rini Abaikan Larangan Rombak Direksi BUMN, Istana Bungkam

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Kepala Staf Presiden Moeldoko bersiap memberikan keterangan pers terkait penembakan pekerja Trans Papua oleh kelompok kriminal bersenjata, di Istana Merdeka, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Perombakan direksi di BUMN belakangan semakin marak dan disebut-sebut serampangan. Baru-baru ini, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI, Suprajarto digeser ke PT Bank Tabungan Negara Tbk atau BTN.

Namun, Suprajarto menolak keputusan Menteri BUMN Rini Soemarno tersebut, karena dianggap tak dilakukan musyawarah terlebih dahulu. 

Perombakan itu, juga mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perbankan yang melantai di Bursa itu. Setidaknya pada sepekan terakhir, harga saham BTN di Bursa Efek tercatat menurun.

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko enggan berkomentar terkait sikap Menteri Rini itu. Menurutnya, lebih baik soal perombakan itu ditanyakan kepada yang merombak.

"Ya tanya yang merombak," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta, Senin 2 September 2019. 

Sebelumnya, Presiden Jokowi disebut melarang perombakan direksi ataupun petinggi pemerintahan sampai Oktober 2019. Hal itu diungkapkan oleh Moeldoko sendiri.

Akan tetapi, Moeldoko masih enggan mengomentari sikap Menteri BUMN itu. Dengan langkah sedikit tergegas, dia menegaskan keengganannya berkomentar. "Mboh (tidak tahu)," kata dia. 

Sebelumnya, Serikat Pekerja Bank BTN dan Serikat Pegawai Bank BRI mendukung sikap Suprajarto yang menolak hasil RUPSLB BTN dalam poin mengangkat Suprajarto sebagai dirut BTN. 

Mereka meminta menteri BUMN untuk menghormati prinsip-prinsip good governance dan pelaksanaan manajemen karier bankir di lingkungan BUMN melalui sistem merit yang baik dan terbuka.

"Menyatakan sikap bahwa sesungguhnya pemberian tugas kepada Suprajarto sebagai dirut bank BTN setelah sebelumnya menjabat sebagai dirut bank BRI pada dasarnya sebuah pelecehan profesi," kata Ketua Umum DPP SP BTN, Satya Wijayantara melalui keterangan tertulis, Jumat, 30 Agustus 2019.

Satya menilai, pemberian tugas itu berpotensi menimbulkan kemarahan ribuan alumni BRI yang tersebar di seluruh NKRI, termasuk juga di BTN. Alasannya, karena penugasan diberikan dari BRI ke BTN yang dari ukuran kapasitasnya BTN jauh lebih kecil dari BRI.

"Meminta kepada seluruh pejabat di lingkungan BUMN untuk menahan diri dengan tidak mengambil keputusan politik apa pun sampai dengan pelantikan Presiden Jokowi tanggal 10 Oktober 2019 sesuai dengan imbauan Ketua KSP Pak Moeldoko," ujarnya.