PPATK Waspadai Perkembangan Modus Pencucian uang Lintas Negara

Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin.
Sumber :
  • Zahrul Darmawan/VIVA.co.id

VIVA – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Teransaksi Keuangan atau PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan, aktivitas money laundry atau pencucian uang dan pendanaan terorisme terus berkembang. Bahkan, kini semakin kompleks seiring dengan kemajuan teknologi.
          
Hal itu diungkapkan Kiagus dalam paparannya bersama sejumlah awak media di gedung Pusdiklat PPATK di kawasan Tapos, Depok, Jawa Barat pada Kamis 12 Sepetember 2019.

Kiagus mengatakan, kondisi itu menyebabkan batas antarnegara semakin tidak jelas.

“Pergerakan modal, pergerakan manusia, pergerakan barang dan jasa yang dihasilkan, juga melampaui batas-batas negara dengan mudah,” ujarnya.

Keadaan ini, jelas dia, menimbulkan kompetisi di antara pelaku, baik secara regional dan global semakin meningkat. Demikian pula kompetisi diantara para  di dalam negeri.

“Nah, di tengah-tengah itulah tidak mustahil ada barang, uang, juga manusia yang mengandung unsur-unsur tindak pidana. Apakah hasil tindak pidana atau pelaku tindak pidana yang bergerak,” tuturnya.

Berkaca pada fakta itu Kiagus menyebutkan, maka pencucian uang antar lintas negara harus di waspadai. 

“Pelaku kejahatan juga bisa nyeberang antar negara, terutama teroris. Fighter-fighter teroris itu juga melintas antar negara. Juga perdagangan antar manusia itu juga diselundupkan antar negara," tambahnya. 

Dia pun menilai, setiap kali kejahatan itu terjadi, kalau tidak berhasil mencegah lintas batas maka akan sulit memutus mata rantainya. 

“Kalau teori mengatakan, kejahatan tidak bisa dibasmi selama orang mendapatkan insentif kejahatan,” paparnya
 
Modus cuci uang

Kiagus menuturkan, ada pun money laundry yang dimaksud ialah tindakan seseorang yang mencoba untuk menghilangkan ciri asal muasal hasil dari tindak pidana, atau menghilangkannya menjadi seolah-olah legal.

“Tahapannya macam-macam. Misalnya hasil kejahatan akan ditempatkan dalam sisi uang, apakah di bank, pasar modal,” ungkapnya. 

Kemudian, biasanya pelaku akan mencoba menjauhkan lagi hasil kejahatannya agar tak terlacak petugas dengan memindahkan atau men-transfer ke bank lain atas nama orang lain.

“Kita banyak menemukan di atas nama kan yang tidak mungkin. Misalnya disimpan atas nama pembantu, atas nama suami pembantu, atas nama istri supirnya yang tidak terduga. Semakin jauh dari si pelaku pidana. Nah pada suatu saat uang itu akan kembali ke dia (pelaku),” bebernya.

Tekhnik yang digunakan pelaku untuk kasus seperti ini, lanjut Kiagus, caranya pun beragam.

“Misalnya, aset sudah dinamakan atas nama orang lain. Suami pembantunya, kemudian cara nariknya dia suruh belikan dulu ke aset, dibelikan tanah atau rumah kemudian rumah atau aset tadi dibawa ke notaris dikuaskannya kepada si pelaku kejahatan. Kemudian digadai atau dijual, nanti diajukan kredit yang atas nama suami pembantu tadi,” katanya

“Nah kredit itu atas nama pelaku. Duitnya cair masuk ke rekening si pelaku. Kemudian dicampur lagi ke dalam kegiatan jasa atau perusahaan agar terkesan legal,” ungkapnya.