Titik Panas Karhutla Berkurang Drastis, Tapi Harus Tetap Waspada

Api membara di lahan gambut dekat Kampar, Riau, 16 September lalu. -AFP/Getty Images
Sumber :
  • bbc

Hingga Kamis (03/10) sore, data citra satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menunjukkan setidaknya terdapat 179 titik panas di seluruh wilayah Indonesia. Khusus di wilayah yang terbakar di lahan gambut seperti Sumatera dan Kalimantan, berkurang drastis.

Penurunan itu, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dipengaruhi oleh hujan buatan yang berlangsung selama sepekan.

Namun BMKG mengingatkan pihak berwenang untuk tetap mewaspadai terjadinya kembali kebakaran hutan dan lahan karena musim kemarau berlangsung hingga akhir Oktober.

Lilis Alice, seorang warga di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengaku tak lagi menggunakan masker saat keluar rumah. Sebabnya, kabut asap sudah lenyap diguyur hujan dalam seminggu terakhir.

Tumpukan debu yang sebelumnya menempel di atap rumah, juga hilang.

"Alhamdulilah hujan terus. Sekarang warga sudah bisa lihat matahari, lihat awan, lihat langit," katanya kepada wartawan Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Kamis (03/10).

"Kalau dulu banyak kotoran-kotoran yang terbang dari sisa kebakaran, sekarang enggak ada lagi di rumah penduduk," sambungnya.

Karena tak ada lagi kabut asap dan jarak pandang membaik, aktivitas warga kembali seperti sedia kala. Bahkan, kegiatan belajar mengajar berangsur normal sejak Senin pekan ini.

Anak sulung Lilis yang sempat diungsikan ke Jakarta pun, sudah pulang.

"Kalau minggu kemarin kan pesawat dibatalkan, sekarang lancar. Karena anak saya sama ayahnya diungsikan ke Jakarta karena sekolah juga libur."

Data AirVisual menyebutkan kualitas udara di polusi di Palangkaraya, dalam kategori sedang.

Jambi masih dikepung kabut asap

Tapi di Jambi kondisinya berbeda. Ratna Dewi, warga di Kelurahan Tanjung, Kabupaten Muaro Jambi, bercerita kabut asap tebal masih menyelimuti sekitar rumahnya. Jarak pandang tak lebih dari 100 meter dan membuat pemandangan tampak gelap.

"Kalau pagi ini, se-Muaro Jambi kabut tambah tebal. Debu-debu masih berterbangan. Sesak," ujarnya kepada BBC Indonesia.

Sepanjang ingatannya pula, dalam sepekan terakhir hujan baru turun dua kali. Itu pun intensitasnya kecil. Karena itulah ia sempat khawatir, api dari lahan gambut yang terbakar belum padam sepenuhnya.

"Hujan baru dua kali sejak pekan lalu. Terakhir tadi malam, itupun cuma sebentar. Cuma kayak membasahi tanah saja."

Karenanya, warga Muaro Jambi masih menggunakan masker kalau keluar ruangan. Bahkan, tempat ia mengajar Taman Kanak-kanak (TK) asap sempat masuk ke kelas.

"Asap masuk ke dalam ruangan, jadi anak-anak diminta pakai masker."

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jambi, Bayu, menyebut kabut asap masih mengepung karena intensitas hujan buatan yang relatif kecil. Sehingga belum efektif memadamkan lahan gambut seluruhnya.

"Minimal hujan buatan itu mengurangi titik api, tapi kalau untuk hilangkan asap belum bisa karena kondisi gambut yang terbakar ini kan... kalau hujan buatan bisa mematikan gambut yang di atas, tapi yang di bawah belum mati," jelas Bayu.

Kabut asap juga berdampak pada jarak pandang yang terbatas. Alhasil pemadaman kebakaran di area gambut melalui helikopter water bombing dihentikan sementara. BPBD, kata Bayu, mengandalkan pemadaman lewat darat.

"Bagusnya, tim operasi darat bisa masuk untuk lakukan pemadaman dan pendinginan (gambut)."

Ia juga mengatakan, asap di Jambi disumbang dari wilayah perbatasan di Sumatera Selatan. Itu sebabnya, BPBD Jambi saling berkoordinasi dengan BPBD Sumsel untuk memadamkan api.

"Itu kan kalau arah angin dari selatan ke tenggara, masuknya ke sini. Makanya helikopter water bombing dilakukan di daerah perbatasan."

Data AirVisual menyebutkan kualitas udara di polusi di Jambi menunjukkan kategori tidak sehat.

Hotspot berkurang 90 % , tapi kemarau berlangsung sampai akhir Oktober

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut jumlah titik panas di Sumatera dan Kalimantan turun hingga 90?ri 9.310 hotspot pada awal hingga pertengahan September, sejak turun hujan dan dilakukannya hujan buatan sepekan terakhir.

Di Sumatera masih terdapat 13 titik panas. Sedangkan Kalimantan tersisa tiga hotspot . Juru bicaranya, Agus Wibowo, mengatakan untuk pembuatan hujan buatan, BNPB mengandalkan empat pesawat cassa dan hercules.

"Jadi dua pesawat di Riau, satu di Kalimantan Barat, dan satu lagi di Kalimantan Tengah. Tapi yang di Riau operasinya sampai ke Jambi dan Sumatera Selatan. Begitu juga yang di Kalimantan sampai seluruh provinsi."

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan musim kemarau masih berlangsung sampai akhir Oktober. Karena itu kata juru bicaranya, Dwi Rini Endrasari, pemerintah daerah dan pihak berwenang lainnya harus mewaspadai munculnya titik api.

"Makanya harus diwaspadai titik panas itu oleh masyarakat, pemerintah daerah, dan pengambil kebijakan," ujarnya.

Dari pantauan Satelit Himawari milik BMKG, potensi pertumbuhan awan hujan tampak di Sumatera dan Kalimantan. Sehingga hujan lebat berpeluang terjadi di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara sepanjang tiga hari ke depan.

"Jadi tidak berarti kalau musim kemarau, tidak ada hujan. Ada hujan tapi intensitasnya tidak besar saat musim hujan," jelasnya.

"Adanya hujan, bisa menjadi salah satu faktor berkurangnya titik panas."