Jelang Pelantikan, Jokowi Diingatkan Persoalan Papua sampai Karhutla

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) berjabat tangan dengan anak almarhum Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie, Thareq Habibie (kedua kanan) dan Ilham Akbar Habibie (kanan) usai pemakaman BJ Habibie.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Joko Widodo akan dilantik kembali sebagai Presiden RI untuk periode kedua pada Minggu, 20 Oktober 2019. Masyarakat pun diminta jangan terjebak dalam romantisme politik Pilpres 2019 karena masih banyak persoalan bangsa yang mesti diselesaikan.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Willem Wandik. Ia mengatakan hasil Pilpres 2019 harus dihormati oleh seluruh entitas bangsa.

“Pesta demokrasi telah usai. Ruang-ruang kritik dan koreksi dalam negara sah-sah saja sebagai fungsi kontrol yang harus terus dilakukan, agar kepentingan rakyat dapat terus dikawal," kata Wandik seperti disampaikan dalam keterangannya, Senin, 14 Oktober 2019.

Dia menekankan dukungan harus diberikan kepada Jokowi yang akan memimpin RI-1 di periode keduanya. Namun, ia menyebut GAMKI akan terus mengingatkan dengan saran, koreksi demi perbaikan kepentingan bangsa .

Wandik pun langsung menyinggung konflik di tanah Papua. Kata dia, jangan sampai konflik di Tanah Bumi Cendrawasih dipandang sebelah mata. Sebagai putra Papua, ia pun menyampaikan keberatannya karena ada yang menganggap konflik di Wamena sebagai peristiwa genosida.

Menurutnya, hal ini harus dilihat secara obyektif. Sebab, jauh sebelum tragedi Wamena, ada kejadian serupa yang menelan korban ibu-ibu sampai anak kecil.

“Banyak konflik berdarah terjadi di masyarakat Papua yang menelan korban ibu-ibu dan anak-anak. Selama ini kan terjadi pembiaran yang mengorbankan masyarakat sipil yang tidak berdosa, jauh sebelum peristiwa Wamena,” jelas Wandik yang juga Anggota DPR dari Fraksi Demokrat itu.

Kemudian, ia juga menyoroti penguasaan lahan yang diberikan negara kepada investor. Namun, imbasnya justru banyak merugikan masyarakat adat.

Bagi Wandik, tak sedikit sejumlah kawasan konsesi milik korporasi yang menduduki dan merampas kawasan hutan adat masyarakat. Bahkan, perampasan ini disertai dengan intimidasi.

Dia menyebut setelah korporasi menguasai lahan, muncul peristiwa kebakaran, hutan dan lahan atau karhutla. Hal ini menjadi salah satu isu penting lingkungan.

"Negara harus melihat kasus karhutla tak hanya menyangkut persoalan polusi asap. Bukan hanya persoalan masyarakat menderita penyakit pernapasan. Bukan pula sekedar persoalan kejahatan pembakaran hutan. Karhutla juga merupakan kejahatan terhadap masyarakat adat, dan hutan adat,” tutur Wandik.

Dia punya harapan agar pemerintahan Jokowi punya komitmen melindungi kawasan hutan. Sebab, penting karena di dalamnya terdapat hutan masyarakat adat.

Tak ketinggalan pula, ia menambahkan peristiwa penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto. Kata dia, saat ini perlu diingatkan tentang bahayanya ideologi transnasional yakni fundamentalisme agama terhadap keamanan dan persatuan Indonesia.

"Oleh karena itu perlu ada deteksi dan peringatan dini dari intelijen kita agar peristiwa yang terjadi di Pandeglang tidak terulang pada waktu ke depan," ujarnya.