KPK Soroti Pernyataan Mahfud MD soal Jokowi Lapor Kasus Besar

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif merespon pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut Presiden Joko Widodo pernah melaporkan kasus korupsi besar ke lembaga antirasuah tapi tidak disentuh sampai sekarang.

Laode mengaku tak tahu maksud Mahfud mengatakan hal tersebut. Lagipula, menurutnya tak jelas kasus apa yang sedang dibahas Mahfud.

"Dari apa yang disampaikan Menko Polhukam di salah satu acara yang terbuka untuk umum kemarin. Kami belum mengetahui kasus apa yang dimaksud. Tapi, silahkan datang ke KPK jika memang ada yang perlu diketahui penangananya," kata Laode melalui pesan singkatnya, Selasa, 12 November 2019.

Menurut Laode, sistem pelaporan kepada KPK menjamin kerahasiaan si pelapor. Namun, KPK menangkap sinyal, bahwa selama ini Presiden konsen menyoroti dua kasus. Namun, dua kasus itupun sedang diusut KPK. Kedua kasus tersebut yakni kasus Heli AW-101 dan Petral.

"Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi konsern Presiden dan sejumlah pihak sudah kami tangani. Meski butuh waktu karena kompleksitas perkara dan perolehan buktinya," kata Laode.

Pertama, kasus pembelian Heli AW-101. Menurut Laode, penanganan kasus ini perlu kerjasama yang kuat antara KPK dan POM TNI.

Sejauh ini, lanjut Laode, KPK menangani satu orang pihak swasta. Sedangkan, POM TNI mengusut tersangka dengan latar belakang militer. "Khusus untuk kasus ini kami mengharapkan dukungan penuh Presiden dan Menkopolhukam, karena kasusnya sebenarnya tidak susah kalau ada kemauan dari TNI dan BPK," ujar Laode.

Selanjutnya, terkait kasus Petral. Kata Laode, perkara ini sedang proses penyidikan. Penyidik baru menetapkan mantan Petinggi PT Petamina, Bambang Irianto sebagai tersangka suap pengadaan minyak dan produk kilang.

Bambang merupakan Director Pertamina Energy Service (PES) Ltd, pada 2009-2013 dan pernah menjadi Dirut Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) hingga tahun 2015.

"Dalam perkara ini, kami juga membutuhkan penelusuran bukti lintas negara sehingga perlu kerjasama Internasional yang kuat," kata Laode.

Dijelaskan Laode, kasus ini melibatkan beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, United Arab Emirate, Singapura, dan Virgin Britania Raya.

"Dan sayangnya hanya dua negara yang mau membantu sedang dua negara lain tidak kooperatif," kata Laode.

Kesulitan lainnya, sambung Laode, lantaran perkara ini diduga melibatkan sejumlah perusahaan cangkang di beberapa negara save heaven seperti Virgin Britania Raya. "Kami harap semua pihak dapat mendukung penanganan perkara ini. Lebih dari itu, perlu dipahami, penanganan perkara korupsi tentu harus didasarkan pada alat bukti," imbuhnya.