Terpidana Markus Nari Lawan Banding KPK

Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Markus Nari menjalani sidang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

VIVA – Penasihat hukum terpidana perkara e-KTP Markus Nari, Tommy Sihotang mengatakan kliennya telah mengetahui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terhadap vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.  

Merespons upaya jaksa KPK, Markus Nari kata Tommy juga meminta tim hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. 

"Dia (Markus Nari) bilang ya kita banding juga. Jangan seolah-olah kalau kita enggak banding, seolah-olah kita mengakui kesalahan. Kan begitu," kata Tommy ketika dihubungi awak media pada Selasa, 3 Desember 2019.

Lagipula lanjut Tommy, pihaknya merasa heran Jaksa KPK sangat ngotot melimpahkan kesalahan orang lain kepada Markus Nari. Padahal hakim tingkat pertama sudah vonis perkara tersebut. Terlebih kata Tommy, kasusnya dianggap pihak mereka sudah berlarut-larut sehingga banyak merugikan kliennya.

"Kalau UU KPK yang baru harusnya sudah SP3 nih karena sama sekali buktinya enggak ada. Saya bisa pastikan itu. Ini kan bukan hasil sadapan bukan OTT, bukan juga ada bukti langsung bahwa dia terima uang. Nah jadi akibatnya datang hakim, dikurangi US$500 ribu tidak ada bukti. Tinggal US$400 ribu, sama 400 juga enggak ada bukti. Makanya saya heran juga mereka malah ganti, makanya kami juga banding," kata Tommy.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, bahwa langkah banding pihaknya ditempuh karena berbagai pertimbangan. Salah satunya mengenai jumlah uang pengganti yang seharusnya dibayar Markus Nari.

"Pada prinsipnya pertimbangan banding dilakukan agar uang hasil korupsi dapat kembali ke masyarakat secara maksimal melalui mekanisme uang pengganti karena dalam putusan Pengadilan Tipikor itu tuntutan uang pengganti yang dikabulkan baru berjumlah US$400 ribu. Uang ini merupakan uang yang diduga diterima terdakwa dari Andi Narogong di dekat stasiun TVRI Senayan," kata Febri melalui pesan singkat, Selasa, 3 Desember 2019.

Sedangkan dugaan penerimaan lain, lanjut Febri, yaitu US$500 ribu saat ini belum diakomodir ke dalam putusan tingkat pertama tersebut.

Febri mengatakan, Penuntut Umum KPK cukup meyakini dugaan penerimaan dari Andi Narogong melalui keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto di ruang rapat Fraksi Golkar tersebut terbukti di pengadilan. 

"Oleh karena itu, KPK mengajukan banding. Karena KPK cukup meyakini seharusnya terdakwa terbukti menerima US$900 ribu atau setara lebih dari Rp12 Miliar sehingga uang tersebut diharapkan nantinya dapat masuk ke kas negara," kata Febri.

Selain itu, lanjut Febri, KPK juga berharap penanganan kasus korupsi e-KTP tersebut bisa membongkar secara maksimal bagaimana persekongkolan aktor politik dan birokrasi dalam "mengkondisikan" sejak awal proyek triliunan rupiah itu sejak tahap penyusunan anggaran, perencanaan proyek hingga implementasi.

Apalagi e-KTP merupakan sesuatu yang sangat vital bagi administrasi kependudukan dan merupakan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. 

"Oleh karena itu dukungan dari semua pihak untuk pekerjaan panjang ini sangat dibutuhkan," imbuhnya. 

Sebelumnya, pada putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, mantan Anggota DPR dari Golkar, Markus Nari dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Tak hanya itu, Markus juga diwajibkan membayar uang pengganti? senilai US$400 ribu serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun pascamenjalani pidana pokok.