Kemendagri Belum Terima Surat Pengunduran Wakil Bupati Nduga

Aparat Brimob patroli di kantor Pemkab Nduga, Papua. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Banjir Ambarita

VIVA - Kementerian Dalam Negeri belum menerima surat pengunduran diri Wa,kil Bupati Nduga, Papua, Wentius Nimiangge, hingga saat ini. Kepala Pusat Penerangan, Bahtiar mengungkapkan, dia sudah melakukan pengecekan langsung.

"Saya sudah cek di provinsi. Kemarin, saya cek di pemprov, pemprov juga belum terima. Kan biasanya lewat provinsi ya. Jadi, belum ada. Belum ada sama sekali ya. Sampai sekarang, belum ada," kata Bahtiar, saat dihubungi, Senin 30 Desember 2019.

Bahtiar menganggap, kabar mundurnya wakil bupati bukanlah hal baru, sehingga tak perlu dibesar-besarkan. Namun, ia mengingatkan hal tersebut harus sesuai prosedur perundang-undangan.

"Biasa aja. Yang lain-lainkan juga ada yang pernah mundur. Kan, dulu juga ada yang Indramayu. Mundur itu kan hak. Maka, biasa aja lah," ujarnya.

Bahtiar memastikan, mundurnya wakil bupati Nduga tak akan memicu konflik di wilayah tersebut dan Papua, seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Karena, aparat keamanan sudah menjamin stabilitas keamanan di sana.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menjawab keinginan Wakil Bupati Nduga, Wentius Nimiangge, yang menyatakan mundur dari jabatannya.

Wentius meminta, agar pasukan TNI-Polri ditarik dari wilayah itu. Namun kemudian, Tito menantang balik apakah dia bisa menjamin Nduga bisa aman tanpa keberadaan TNI-Polri.

Mantan Kapolri ini juga menjelaskan alasan keberadaan pasukan TNI dan Polri di Nduga. Hal itu dilakukan, akibat adanya pembantaian 34 orang pekerja PT Istaka Karya, saat mengerjakan proyek jembatan di Kali Yigi-Kali Aurak di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, pada Minggu 2 Desember 2018.

Sampai kini, menurut dia, para pelaku pimpinan kelompok Eganis Kogoya masih belum ditemukan. Maka penegakan hukum, menurut Tito, dilakukan dengan menurunkan pasukan. Namun, jika pilihannya adalah pendekatan lunak, harus ada jaminan kepastian bahwa hal serupa tidak akan terulang.

"Mau cara soft, mau baik-baik sama mereka atau mau cara penegakan hukum. Kalau cara baik-baik, soft pada mereka, terima enggak keluarganya korban ini. Terus, kalau terulang lagi bagaimana. Siapa yang bisa jamin," kata Tito di Istana Bogor, Jabar, Jumat 27 Desember 2019. (asp)