KPK Klarifikasi Kabar Rencana Tangkap Hasto di PTIK hingga Tes Urine

KPK konferensi pers soal operasi tangkap tangan Komisioner KPU Wahyu Setiawan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat mendatangi Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Kamis, 9 Januari 2020.

Berdasarkan informasi yang beredar, saat itu, tim KPK sedang berupaya untuk mengamankan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang diduga memiliki hubungan dengan kasus dugaan suap terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan. Namun, saat tiba di kompleks PTIK, tim KPK diperiksa oleh polisi yang sedang bertugas di lokasi. Bahkan, tim KPK sempat menjalani tes urine.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengonfrimasi peristiwa di PTIK itu. Menurut dia, kejadian itu hanya salah paham. Ali mengklaim, saat itu tim KPK hanya sekadar mampir di masjid sekitar untuk salat.
 
"Hanya kesalahpahaman saja. Jadi memang saat itu petugas kami ada di sana untuk melaksanakan  salat di masjid. Kemudian di sana ada pengamanan sterilisasi tempat," kata Ali dikonfirmasi awak media, Jumat, 10 Januari 2020.

Namun Ali tak merespons saat awak media menanyakan ihwal rencana tim KPK mengamankan Hasto. Ali hanya melanjutkan penjelasannya. Ia mengaku tim KPK sempat ditahan dan diperiksa oleh petugas keamanan setempat. Bahkan tim KPK sempat menjalani pemeriksaan urine.

"Oleh petugas di sana kemudian petugas sempat dicegat dan kemudian dicari identitasnya betul. Sampai kemudian diproses di situ ditanya seterusnya kemudian seperti yang saudara tadi sampaikan, tes urine dan lain-lain seolah ada orang yang ingin berbuat. Tentunya ada kesalahpahaman di sana," ujarnya. 

Menurut Ali, kesalahpahaman itu berakhir setelah tim KPK membeberkan identitasnya. Tim lembaga antirasuah itu akhirnya dilepaskan. "Kemudian diberitahukan petugas KPK lalu kemudian dikeluarkan," katanya. 

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, tidak mendapat informasi adanya rencana tim penyelidik untuk mengamankan Hasto yang disebut-sebut sedang berada di kompleks PTIK. Berdasarkan informasi yang diterimanya, Lili mengatakan, tim saat itu tidak melakukan apapun di PTIK. Untuk itu, menurut dia, peristiwa di PTIK hanya kesalahpahaman. "Yang saya dapat dari teman-teman penyelidik mereka tidak melakukan apapun tapi itu salah paham tentang kehadiran mereka tentang keamanan yang ada di sana," ujarnya.
 
Meski demikian, Lili memastikan, tim penyidik PK akan mendalami dan mengembangkan kasus dugaan suap ini. Tim akan memeriksa para pihak yang dinilai mengetahui sengkarut kasus ini, termasuk Hasto.

"Soal pemanggilan pihak-pihak terkait yang disebut, misalnya seperti Pak Hasto, ini kembali ke penyidikan. Tetapi mungkin tidak saja hanya kepada Hasto tetapi mungkin kepada pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan pengembangan perkara ini pasti juga ada panggilan-panggilan," kata Lili.

Informasi yang beredar menyebutkan advokat bernama Doni dan seorang swasta bernama Saeful merupakan staf dan kader PDIP. Doni diperintahkan oleh seorang pengurus PDIP untuk mengajukan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Gugatan tersebut dikabulkan Mahkamah Agung (MA) dan menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu pada 19 Juli 2019. Penetapan MA ini menjadi dasar bagi PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut.

Namun, dalam Rapat Pleno pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan caleg lainnya bernama Riezky Aprilia sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas.

Polemik itu yang membuat Saeful mengontak mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu untuk melobi agar KPU menetapkan Harun sebagai anggota DPR mengganti Nazarudin. Lobi ini dilakukan lantaran Agustiani juga merupakan mantan caleg dari PDIP. Sementara Wahyu mempunyai kedekatan dengan organisasi mahasiswa yang terafiliasi dengan PDIP.

Lili masih enggan mengungkap pengurus yang menyuruh Doni untuk mengajukan gugatan ke MA. Lili berjanji hal itu akan didalami dalam proses penyidikan. "Itu mungkin di proses penyidikan. Kalau itu saya tidak tahu persis soal keterangan apakah pak Hasto atau bukan. Karena kita fokusnya Komisioner KPU itu," ujarnya.

Selain soal pengurus PDIP, KPK juga akan mendalami penyandang dana yang digunakan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan. Dari total Rp900 juta yang diminta Wahyu untuk bantu Harun, sebanyak Rp400 juta disebut KPK berasal dari seorang sumber. Uang tersebut diberikan sang penyandang kepada Wahyu melalui Agustiani Tio Fridelina, Doni dan Saeful.

Dari jumlah Rp400 juta, Wahyu menerima uang sebesar Rp200 juta dari Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. "Sumber dana ini sedang didalami oleh teman-teman di penyidikan. Kemudian ada beberapa misalnya pihak swasta itu kan menjadi sumber aliran juga kan, yang membawa dan mengantarkan," katah Lili.