Pengacara Rommy: KPK Era Agus Rahardjo Jadi Instrumen untuk Menjebak

Mantan Ketum PPP Romahurmuziy menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Penasehat hukum M. Romahurmuziy atau Rommy, Maqdir Ismail, menyebut eks Ketua KPK Agus Rahardjo, pernah mengancam menjadikan kliennya sebagai target operasi. Maqdir menyampaikan ini dalam nota pembelaan yang dibacakannya dalam sidang Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin malam, 13 Januari 2020.

Adanya ancaman Agus itu diceritakan salah seorang saksi, yaitu Roziqi. Kesaksian Roziqi itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 67.

“Seperti yang diterangkan saksi Roziqi bahwa ketua KPK ketika itu sejak 2018 mengatakan pak Rommy ini adalah target. Apa pentingnya target mereka adalah Rommy kalau tidak untuk kepentingan politik,” kata Maqdir seperti disampaikan dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.

Dia menilai KPK dalam kasus Rommy seperti dijadikan instrumen untuk menjebak. Menurutnya, kasus ini seperti didesain untuk menghancurkan karir politik kliennya.

“Justru yang kami melihat bahwa KPK memang digunakan menjadi instrumen untuk menjebak. Ini menjadi persoalan kita, maka kami katakan proses penegakan hukum bukan penegakan hukum tapi untuk menghancurkan lawan politik," jelas Maqdir.

Maqdir menyinggung jebakan KPK itu pelaksanaan operasi tangkap tangan atau OTT pada 15 Maret 2019. Ia menyebut, saat itu KPK memang sudah menyadap sejumlah nomor telepon. Salah satunya nomor telepon eks Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muafaq Wirahadi.

Kemudian, dari penyadapan itu, Muafaq sepakat dengan Abdul Rochim untuk berikan uang kepada Rommy. Namun, kata dia, rencana tersebut tak diketahui kliennya. 

Lalu, pada 15 Maret 2019 atau saat OTT, Rommy tak menerima uang tersebut. Menurutnya, Muafaq memang menitipkan di goodie bag yang tak diketahui isinya kepada ajudan Rommy.

“Terdakwa dijebak agar orang lain melakukan kejahatan sehingga terdakwa dapat dihukum. Hal ini terang benderang dari pemberian uang oleh Muhammad Muafaq Wirahadi,” jelas Maqdir dalam pledoi yang dibacakannya.

Maqdir menekankan kliennya sebagai tokoh potensial dan politikus muda yang cerdas dalam kancah politik di Tanah Air. Statusnya sebagai Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi buktinya. Maka itu, karir Rommy dalam persaingan pollitik perlu dimatikan. 

“Rommy adalah seorang anak muda yang memimpin partai bukan karena adanya patron tetapi karena dia mampu dan dianggap mampu memimpin partai ini berarti dia harus dihancurkan,” kata Maqdir.

Sebelumnya, Rommy menyindir kinerja KPK yng gesit dalam mengungkap kasusnya. Namun, lamban saat mengungkap kasus yang jumlah kerugian negara lebih besar.

"Mengapa KPK begitu sigap untuk dugaan Rp346,4 juta dalam kasus saya atau untuk menyebut yang besaran gratifikasinya setara akhir-akhir ini," kata Rommy saat pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 13 Januari 2020.

Misalnya lagi, kata Rommy, kasus direktur Krakatau Steel yang senilai Rp150-an juta, juga kasus Sekjen Partai Nasdem tahun 2016 yang nilainya Rp200 juta.

"Namun untuk Jiwasraya yang potensi kerugiannya mencapai Rp27 triliun menurut BPK, lembaga audit resmi negara, KPK tidak kelihatan kemampuannya bahkan untuk hanya sekedar mengendus," katanya.

Terkait kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama, Rommy dituntut jaksa KPK dengan hukuman empat tahun. Selain itu, eks Ketum PPP itu dituntut membayar denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan.

"Menuntut majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa M Romahurmuziy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa KPK Wawan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 6 Januari 2020.