Balai Wyata Guna Bandung Bantah Usir Penyandang Disabilitas

Pemilih penyandang disabilitas seusai mencoblos di TPS Wyata Guna, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, 17 April 2019. (Ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Balai Rehabilitasi Sosial Wyata Guna, Bandung, angkat bicara terkait polemik pengusiran sejumlah mahasiswa penyandang disabilitas netra penerima manfaat Wyata Guna.

Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono, mengatakan saat ini balai yang dipimpinnya dalam proses revitalisasi fungsional, yang merupakan program nasional untuk mengoptimalkan peran balai-balai rehabilitasi sosial milik pemerintah. 

Tujuannya, masyarakat disabilitas diharapkan dapat diberdayakan dan berkiprah setelah mendapat pelayanan rehabilitasi sosial Lanjut di balai rehabilitasi sosial.

Menurut Sudarsono, selama ini ada kesan bahwa balai rehabilitasi sosial seperti penampungan bagi disabilitas. Padahal, menurutnya, fungsi balai lebih dari itu, yakni diharapkan dapat mendorong kaum disabilitas berdaya sesuai dengan bidangnya.

"Kita ada program transformasi, perubahan status panti menjadi balai. Kita ingin balai rehabilitasi sosial ini berkontribusi secara progresif. Jadi pijakan bagi saudara-saudara kita kaum disabilitas agar dapat mengembangkan keberfungsian sosialnya dan kapabilitas sosialnya sehingga bisa berkiprah di masyarakat," ujar Sudarsono dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Januari 2020.

Nah, kata Sudarsono, salah satu konsekuensi dari transformasi tersebut adalah adanya batas waktu bagi para penerima manfaat menempati balai sesuai dengan ketentuan. Tujuannya, agar para penerima manfaat dapat berkumpul kembali dengan keluarga, mandiri, serta berkiprah di masyarakat. 

"Ini yang kita sebut dengan proses inklusi. Kita ingin saudara-saudara kita diterima di masyarakat. Seperti yang lainnya," ujar Sudarsono.

Kendati demikian, ditegaskan Sudarsono, pemberlakuan ketentuan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarga atau ke masyarakat tidak dilakukan seketika. Tapi melalui proses-proses yang panjang. Selama di balai, mereka diberikan pelatihan dan layanan yang holistik, sistematis dan terstandar. Sehingga ketika kembali ke masyarakat, mereka sudah mandiri.

Sudarsono menjelaskan, adapun polemik yang terjadi di Wyata Guna, sebetulnya sudah diproses secara bijaksana sejak 2019. Pengelola balai bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli. Dimana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019. 

Pengelola balai juga sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas sensorik netra lainnya yang antre untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan.

Selain itu, kata Sudarsono, pada 12 Agustus 2019, Kementerian Sosial dan Pemprov Jawa Barat juga sudah rapat untuk mencari solusi bersama. Salah satu keputusannya adalah, Dinas Pendidikan Jabar berkomitmen membangun sarana pendidikan berkebutuhan khusus. dengan konsep boarding school yang dilengkapi asrama. 

Dinas Sosial Provinsi Jabar juga merencanakan pembangunan panti sosial yang melayani semua penyandang disabilitas, termasuk sensorik netra. Pengembangan layanan terpadu nasional ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan kepada penyandang disabilitas.

Sudarsono menyayangkan, di tengah proses peralihan dan komunikasi dengan Pemprov tersebut, mencuat isu yang justru kontraproduktif dengan langkah-langkah pemerintah. "Kita duduk bersama, mencari solusi terbaik. Kita semua anak bangsa, tidak mungkin lah saling menegasi," ucapnya.

Sebelumnya, sejumlah penyandang disabilitas yang sebagian besarnya adalah mahasiswa, diduga diusir dari Asrama Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung. Para mahasiswa yang mengaku diusir itu akhirnya menempati trotoar Jalan Pajajaran, sejak Selasa malam, 14 Januari 2020.