Heboh Penyobekan Isi Buku SD di Surabaya karena Kata ‘Radikal’

Halaman buku yang dipersoalkan dan disobek.
Sumber :
  • IST

VIVA – Aksi penyobekan massal sebagian halaman buku tentang sejarah dilakukan oleh banyak sekolah dasar (SD) di Kota Surabaya, Jawa Timur, sepekan terakhir. Dilakukan berdasarkan instruksi Dinas Pendidikan setempat, penyobekan gara-gara konten sebagian isi buku dimaksud mengandung istilah ‘radikal’, yang sebelumnya dipersoalkan masyarakat.

Buku yang dipersoalkan itu ialah mata pelajaran sejarah untuk Kelas 5 SD. Isi yang dipersoalkan berada di halaman 45 yang menerangkan periodesasi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah Belanda, di antaranya ‘Masa Awal Radikal’. Dalam buku dijelaskan, perlawanan dilakukan oleh organisasi-organisasi ‘bersifat radikal’, yaitu Persatuan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan Partai Nasional Indonesia.

Aksi penyobekan buku itu sejak Jumat, 7 Februari 2020, dan terjadi secara massal di kantor Dispendik Kota Surabaya pada Senin, 10 Februari. Saat itu, para pihak sekolah membawa buku yang dipersoalkan dan menyobek halaman yang dipermasalahkan bersama-sama. Ketua NU Surabaya Ahmad Muhibbin Zuhri juga hadir pada kesempatan itu. “Iya, betul,” kata Kepala Disdik Surabaya, Supomo, dikonfirmasi wartawan pada Selasa, 11 Februari 2020.

Ketua NU Surabaya Ahmad Muhibbin Zuhri menjelaskan, materi yang dipersoalkan itu sebetulnya polemik lama, yakni pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Muhadjir Effendy. “Dulu sempat diprotes berbagai kalangan, termasuk NU, tepatnya tahun lalu. Pak Muhadjir waktu itu menyampaikan telah mencabut buku tersebut dan menyiapkan tim revisinya,” katanya kepada VIVAnews.

Nah, setahun kemudian, diterima laporan dari beberapa daerah, di antaranya Surabaya dan Sidoarjo, bahwa buku itu masih beredar dan diajarkan di sekolah-sekolah. “Karena masih beredar, saya sampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan Surabaya dan beliau memberikan respons positif dan cepat. Kemudian, beliau memerintahkan sekolah-sekolah untuk mencabut buku itu,” ujar Muhibbin.

Penyobekan halaman buku yang isinya dipermasalahkan dilakukan karena belum ada buku pengganti dan sudah direvisi, seperti dijanjikan oleh Muhadjir sebelumnya. “Karenanya yang bisa dilakukan sementara ini adalah menghilangkan atau menyobek halaman yang kontroversial tersebut,” katanya.

Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya itu menduga, buku yang sebetulnya sudah dicabut itu tetap beredar karena dua alasan. Pertama, bisa jadi Muhadjir saat menjabat Mendikbud tidak bersungguh-sungguh untuk mencabut buku itu. “Kedua, perintah Menteri waktu itu mungkin tidak efektif di lapangan.”