2050, Indonesia Diyakini Jadi Negara Super Power

Bursah Zarnubi (paling kiri) dalam diskusi di kawasan Pancoran.
Sumber :
  • VIVAnews/ Syahrul Ansyari.

VIAnews - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP PGK), Bursah Zarnubi, meyakini Indonesia bisa menjadi negara super power pada 2050. Menurutnya, negeri yang kaya akan sumber daya alam ini memiliki peluang besar menjadi negara nomor 5 di dunia, yang produk domestik brutonya mencapai 7.500 miliar US dolar.

"Dan 2050 akan nomor 4 di dunia dengan PDB 10.500 miliar US dolar. Sementara pada 2030 nomor 8 di dunia dengan PDB lebih kurang 5,25 miliar US dolar," kata Bursah dalam diskusi ‘Peran Pemuda Sebagai Tulang Punggung Pemanfatan Bonus Demografi, Tantangan dan Peluang Ekonomi dalam Menyongsong Indonesia Emas pada Tahun 2045’ di kantor PGK, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu, 15 Februari 2020.

Bursah mengemukakan peluang Indonesia tersebut akan menjadi kenyataan karena jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta, yang pada 2050 mendatang jumlah populasi negara ini akan mencapai 350 juta. Begitu juga dengan luas wilayah dan sumber daya alam yang memungkinkan Indonesia menjadi negara super power.

"Jadi kita akan menjadi super power. Tentu ada asumsi, misalnya pertumbuhan ekonomi kita stabil, bagus kalau lompatannya sampai 10 persen. Ini akan mengurangi banyak pengangguran, tingkat produksi kita tinggi, dan pemerintah bisa melaksanakan pemerataan," katanya.

Bursah juga kembali mengingatkan pemerintah soal bonus demografi. Menurutnya, pemerintah harus memanfaatkan bonus demografi ini untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang menguasai sains dan teknologi.

"Saya selalu menggaungkan dan menggelorakan anak-anak muda itu aset masa depan bangsa, menggerakkan perubahan karena itu anak muda sangat penting di dalam perubahan bangsa-bangsa di dunia, terutama di Indonesia," ujar Bursah.

Bursah menuturkan Indonesia harus bisa seperti negara-negara lain yang berhasil memanfaatkan bonus demografi. Bursah mencontohkan Jepang yang berhasil menciptakan produktifitas ekonomi yang cukup tinggi.

"Di tengah penurunan angkatan kerja tapi ekonominya tumbuh mengagumkan. Ini yang perlu dicatat oleh ahli ekonomi. Pertumhuhan ekonomi mengagumkan bahkan mengalahkan Amerika," kata Bursah.

Bursah melanjutkan ada 92 juta anak muda (milenial) dalam bonus demografi. Menurut William Straus dan Neil Howe, mereka yang masuk kalangan milenial adalah anak-anak muda yang lahir pada awal tahun 80-an sampai awal 2000-an. Kini Usia mereka mulai 17 sampai 40 tahun.

Selain jumlah populasi dan SDA, Bursah menambahkan soal persatuan dan kesatuan antar anak bangsa dalam bonus demografi. Menurut dia, jika tidak ada persatuan maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi pelambatan dan gangguan.

Sementara itu, Staf Khusus Presiden Jokowi, Arif Budimanta, mengatakan bonus demografi adalah sebuah periode ketika jumlah penduduk usia produktif kisaran 15-64 tahun lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk di usia yang tidak produktif di bwah 15 tahun dan di atas 64 tahun.

"Di tahun 2030, presentase penduduk usia produktif total mencapai lebih dari 68 persen dari total populasi. Angka ini akan jauh lebih besar seperti China dan India. Bahkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi sekalipun," kata Arif.

Arif mengatakan peran penduduk usia produktif dalam perekonomian nasional nantinya sebagai pendorong produktifitas, penyumbang terbesar pajak, dan kontibutor konsumsi terbesar.

"Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum demografi. Gagal mengkapitalisasi 'momentum' yang ada, maka bonus demografi hanya akan menjadi bencana," kata Arif.