Dua Warga Papua Ditembak Mati, Pigai Sebut Pembunuhan Makin Brutal

Mantan Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar GM

VIVA - Aktivis Kemanusiaan Natalius Pigai menanggapi adanya pemberitaan aparat Indonesia menembak mati dua warga sipil, dan dua lagi luka-luka di Kampung Yoparu, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada Selasa 18 Februari 2020 kemarin.

Menurut Pigai, baru saja Presiden Joko Widodo dipermalukan di Australia terkait pelanggaran HAM di Papua, demikian pula 79 negara berkulit Hitam di Afrika, Pasifik dan Karibia menegaskan Papua menjadi wilayah Pantauan mereka. Belum lagi tekanan dunia termasuk NGO internasional yang perihatin atas kejahatan kemanusiaan di Papua.

"Peristiwa tertembaknya 2 orang di Intan Jaya menujukkan Pemerintahan Joko Widodo tidak memperlihatkan perubahan yang progresif," kata Pigai dalam siaran persnya, Rabu, 19 Februari 2020.

Pigai menuturkan kekerasaan dan kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat Papua telah diràncang secara sistematis untuk menghabiskan bangsa Papua Melanesia, Diaspora Afrika. Serangkaian pembunuhan dan pembantaian di Papua semakin membrutal pada era otonomi khusus.

"Itu artinya otonomi khusus tidak bisa menjadi solusi menyelesaikan persoalan Papua maka sangat wajar jika Indonesia dan rakyat Papua mencari jalan keluar melalui alternatif lain selain otonomi khusus," katanya.

Dia menyampaikan otonomi khusus lahir melalui hasil negosiasi dan dilihat di dunia internasional. Resultante akhir dari otsus hanya terlihat sebagai etàlase kematian, kemiskinan, kebodohan.

"Saya melihat rakyat Papua makin terdidik dan sakit hati karena itu bukan tidak mungkin perlawanan seluruh rakyat Papua akan semakin menentang kejahatan," ujarnya.

Sebagai aktivis kemanusiaan, dia memahami bahwa serangkaian perlawanan rakyat Papua tahun 2019 memberi pesan tegas akan terjadi perlawanan sipil secara masif. Dia memberi saran sebaiknya operasi militer dihentikan dan mencari solusi penyelesaian Papua secara bermartabat.