PBI Transfer Dana Dinilai Belum Adil, Ada Usul Sebaiknya Diuji Materii

Ilustrasi ATM Rp20 ribuan milik Bank DKI
Sumber :
  • Bank DKI

VIVA – Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/23/PBI/2012 tentang transfer dana dinilai perlu diuji materiil atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA). PBI dianggap tak adil dalam transfer dana bagi konsumen perbankan.

"Konsumen perbankan yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan judicial review (uji materi) PBI transfer dana ke MA. Ini tak adil dan diskriminatif," kata peneliti Hadiekuntono's Institute, Karyudi Sutajah Putra di Jakarta, Rabu, 11 Maret 2020.

Dia menjelaskan dengan PBI ini memunculkan biaya transfer bank dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke bank non-BUMN atau sebaliknya. Biaya yang dikenakan sebesar Rp6.500 per transaksi. Dia membandingkan transfer sesama bank BUMN yang tak dikenakan biaya alias gratis. "Padahal, biaya transfer antar-bank BUMN nol rupiah alias gratis," ujarnya. 

Dia berpandangan nasabah bank yang keberatan bisa menempuh dengan jalan uji materi PBI tersebut ke MA. Bagi Yudi, langkah ini untuk memenuhi keadilan masyarakat. 

Ia pun menyinggung Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 yang harus menjadi catatan. Bunyi pasal itu 'Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional’.

"Untuk keadilan masyarakat. PBI Transfer Dana itu bertentangan dengan UU Perbankan, UU Perlindungan Konsumen, dan UUD 1945 khususnya Pasal 33 ayat (4)," jelasnya.

Yudi membandingkan pula dengan Pasal 29 ayat (4) UU 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam pasal itu tertulis 'Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.’

Dia mempertegas argumennya perlu merujuk pasal itu karena masyarakat nasabah ingin mengetahui kegunaan biaya transfer Rp6.500.

"Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Misalnya biaya transfer Rp6.500 itu untuk apa," jelasnya.

Kemudian, terkait UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur terkait konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan. Dengan aturan dalam UU itu maka pelaku usaha jasa perbankan harus beriktikad baik dalam menjalankan aktivitasnya dengan memberikan informasi yang benar dan jelas.

"Informasi yang jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya serta memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif," jelasnya. 

Lalu, ia memakai data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Agustus 2019 terkait jumlah rekening di bank umum. Data itu menyampaikan jumlah rekening pada 112 bank umum mencapai 292,96 juta. Pun, jumlah nasabah di bank syariah yang menembus 31,9 juta orang. 

"Bila sehari semua nasabah itu transfer ke bank non-BUMN sekali saja, lalu dikalikan biaya Rp6.500, berapa miliar atau triliun rupiah dana nasabah hilang dalam waktu sehari saja," ujarnya.