Kalah PTUN, Jokowi-Menkominfo Buka Peluang Banding

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate.
Sumber :
  • VIVAnews/ Eduward Ambarita

VIVA – Tergugat pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, Presiden RI dan Menkominfo RI, membuka peluang untuk naik banding. Setelah pada tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan permohonan dari Aliansi Jurnalis Independent (AJI) dan Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet).

Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, belum membaca amar putusan PTUN Jakarta tersebut. Meski demikian, keputusan hukum tetap harus dihargai. Tetapi langkah hukum lanjutan, juga sedang dipersiapkan.

"Kami menghargai keputusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan jaksa pengacara negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," kata Plate, dalam pesan singkatnya, Rabu 3 Juni 2020.

Ia mengaku sedang mencari dokumennya. Namun sampai saat ini, politisi Partai Nasdem itu mengaku belum mendapatkan informasi rapat-rapat di kementerian yang dipimpinnya itu terkait pemblokiran pada 2019 lalu. Tapi lanjut dia, bisa saja ada infrastruktur komunikasi yang rusak sehingga membuat adanya gangguan pada jaringan internet saat itu.

"Namun bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak ganguan internet di walayah tersebut," katanya.

Keputusan yang dilakukan pemerintah saat terjadinya pemblokiran, adalah dampak dari kerusuhan yang meluas di Papua dan Papua Barat pada Agustus-September 2019 lalu. Ia mengatakan, keputusan yang diambil oleh Presiden Jokowi adalah dalam rangka kepentingan bangsa dan negara. Termasuk untuk kepentingan masyarakat Papua sendiri.

"Syukur jika kebijakan tersebut dapat bermanfaat juga bagi bangsa lain. Namun bukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok yang belum tentu sejalan dengan kepentingan bangsa dan negara kita," katanya.

Diantara alasan pemerintah memblokir saat itu, adalah masifnya penyebaran informasi yang menurut pemerintah sebagai kabar bohong dan provokatif. Sehingga pemblokiran dilakukan, agar masyarakat tidak terpancing dengan kabar-kabar yang tidak benar. 

"Kami tentu sangat berharap bahwa selanjutnya kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi demokrasi melalui ruang siber dapat dilakukan dengan cara yang cerdas, lebih bertanggung jawab dan digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi bangsa kita," jelasnya.