Refly: Tuntutan untuk Penyiram Air Keras Novel Menghina Akal Sehat

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun saat berkunjung ke kantor VIVA di Jakarta
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

VIVA – Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa pelaku penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan, menghina akal sehat publik. Dia menduga, ada yang ingin agar masalah ini case close, maka dituntut hukuman ringan, yakni penjara selama satu tahun.

Menurutnya, tuntutan yang diajukan itu sama dengan melecehkan penegakan hukum di Indonesia. Sebab korbannya, Novel, adalah petugas pemberatasan korupsi. 

"Jadi kita tadi berdiskusi dengan teman-teman dan awalnya kita merasa kok seperti melecehkan: ada penyerangan terhadap petugas yang melakukan pemberantasan korupsi kok cuma dituntut satu tahun. Padahal niat pelaku sudah ada, alat yang digunakan juga berbahaya dan akibat yang ditimbulkan juga luar biasa ditambah dilakukannya kepada petugas. Ini pasti ada kaitannya dengan jabatan Mas Novel sebagai penyidik KPK," kata Refly Harun usai menyambangi Kediaman Novel Baswedan, di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu, 14 Juni 2020.

Menurutnya, ada empat unsur pemberatan terhadap terdakwa yang sebenarnya sudah dipenuhi. Maka semestinya tuntutan JPU tidak boleh penjara hanya satu tahun. Refly dan para tokoh politik nasional yang hadir di kediaman Novel Baswedan juga menyangsikan kebenaran kedua terdakwa pelaku penyiraman air keras itu adalah pelaku yang sesungguhnya. Jika kedua terdakwa adalah pelaku yang sesungguhnya, mestinya dihukum seberat-beratnya.

"Nah, empat unsur sudah terpenuhi kok cuma dituntut satu tahun, ini seperti menghina akal sehat publik. Namun ada hal lain yang penting, yaitu benar enggak bahwa terdakwa itu memang dua orang ini yang melakukan penyiraman itu, kami menanyakan kepada Mas Novel, Mas Novel sendiri tidak yakin," ujarnya.

Menurut Refly, jika tidak ada keyakinan baik dari JPU maupun hakim bahwa terdakwa merupakan pelaku yang sesungguhnya, seharusnya kedua orang itu divonis bebas agar kasusnya tidak berhenti hanya di vonis kepada kedua terdakwa.

"Kalau bukan dia, dan tidak ada keyakinan baik jaksa maupun hakim bahwa pelaku bukan orang bersangkutan, maka yang bersangkutan harus divonis bebas. Jangan dijadikan tumbal untuk case close ini akan selesai ketika pelaku dihukum tiga tahun, lima tahun, dan dilipatkan kemudian case close," katanya.