Evaluasi Bansos, Pemerintah Akui Data Penerima Masih Bermasalah

Menko PMK Muhadjir Effendy usai upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, Selasa, 1 Oktober 2019.
Sumber :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

VIVA – Tiga bulan berjalan, program bantuan sosial (bansos) pemerintah terhadap masyarakat terdampak pandemi Covid-19, sudah diberikan. Sejumlah catatan kekurangan, diakui pihak pemerintah dan berjanji akan melakukan pembenahan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, program seperti Program Keluarga Harapan (PKH) hingga bantuan pangan non-tunai, sudah disalurkan.

Walau program ini sudah reguler, ada sejak periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, tapi jumlah penerimanya diperluas. Begitu juga listrik gratis untuk pelanggan 450 VA dan 500 VA sudah diberikan. Walau masih ada beberapa masyarakat yang hingga kini belum tersentuh bantuan itu.

Bantuan non-reguler, juga diberikan akibat wabah virus corona ini. Baik itu dari Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, maupun dari pemerintah daerah lewat re-focusing anggaran.

"Dalam masa pemulihan ekonomi nasional, untuk yang non-reguler yang awalnya hanya sampai Juni 2020, atas arahan presiden diperpanjang sampai Desember 2020. Kecuali BLT Desa sampai September 2020. Nilainya juga berkurang dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan," jelas Muhadjir, dalam keterangan pers virtual, Rabu 17 Juni 2020.

Baca juga: Dirut PLN Klaim Tagihan Listrik Melonjak Bukan karena Tarif Naik

Yang menjadi persoalan adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS. Data ini dianggap sudah tidak ada pemutakhiran lagi. Sehingga daerah-daerah yang menggunakan data ini, membuat bantuan menjadi tidak tepat sasaran.

Akibatnya, banyak masyarakat yang harusnya layak mendapatkan bantuan, justru tidak mendapatkan. Muhadjir mengakui, ini menjadi masalah dan akan terus diperbaiki oleh pemerintah.

Untuk itu, ia meminta Mendagri Tito Karnavian untuk segera memperbaiki dan melakukan pemutakhiran data DTKS ini. Agar bantuan-bantuan ke depan yang akan terus diberikan hingga akhir 2020, benar-benar menjadi tepat sasaran. Tak tanggung-tanggung, ada 20 juta data masyarakat yang tidak sesuai.

"Masih ada 20 juta nama yang belum sinkron dengan nomor induk kepegawaian yang nanti akan dijadikan sasaran penyempurnaan DTKS. Di samping dirapikan adanya data yang berstatus inclusion error dan exclusion error, yakni orang miskin yang belum masuk akan kami masukkan. Tetapi, juga ada yang sebetulnya tidak miskin tetapi selama ini menerima DTKS, akibat perubahan status sosialnya mungkin, nanti akan kami keluarkan," jelas mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.

Untuk bansos baik reguler maupun non-reguler, kata Muhadjir, ada beberapa yang perlu percepatan. Seperti percepatan pemenuhan pagu untuk 20 juta penerima sembako. Lalu percepatan penyaluran pada 1,1 juta penerima kartu keluarga sejahtera. 

"Adapun provinsi yang perlu dipercepat, Papua Barat dan Papua," katanya.

Lalu, percepatan penyaluran bantuan sosial tunai (BST). Yakni untuk tiga wilayah yaitu di Maluku, Papua dan Papua Barat. Penyaluran token listrik untuk pelanggan di area yang sulit diakses, juga menjadi evaluasi pemerintah.

Muhadjir mengatakan, pencapaian progres bansos sudah cukup baik yakni antara 80-100 persen. Itu dicapai, lanjut dia, atas kerja sama pemerintah pusat dengan daerah. "Kemudian kerja keras jajaran Kemensos dan Kemendes. Karena itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada pak mensos dan mendes," katanya.