Wacana Aceh Bisa Berangkatkan Haji Sendiri Didukung DPRA

Jemaah haji asal Aceh
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Wacana Aceh bisa memberangkatkan jemaah haji secara mandiri mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Kanwil Kementerian Agama Aceh. Mereka setuju dengan wacana tersebut.

Apalagi wacana itu diperkuat dalam pasal 16 Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) serta, Rancangan Qanun tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah yang sedang dibahas pihak legislatif.

Ketua Komisi VI DPR Aceh yang membidangi Keistimewaan, Agama, Pendidikan, Kebudayaan dan Kekhususan Aceh, Irawan Abdullah mendukung wacana tersebut. Namun, pihaknya masih ragu, apakah wacana itu diizinkan oleh pemerintah pusat atau tidak.

Menurutnya bisa saja Pemerintah tidak sepakat dengan wacana ini dan menolaknya. "Tentu kita sepakat. Namun yang kita ragukan ialah keseriusan dan keikhlasan Pemerintah, apakah mereka izinkan atau tidak," ujar Irawan saat dikonfirmasi, Senin, 22 Juni 2020.

DPR Aceh juga saat ini sedang membahas rancangan qanun ibadah haji dan umrah, wacana itu bisa saja dimasukkan ke dalam rancangan qanun tersebut. Jika tidak dimasukkan, qanun itu sama saja dengan produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah soal ibadah haji.

"Ini harus masuk (rancangan qanun ibadah haji). Kita tetap dorong ini harus dimasukkan," sebut Irawan.

Sementara itu, Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Aceh, Samhudi tidak mempersoalkan adanya wacana itu. Dan itu bisa menjadi peluang bagi Aceh mengurus ibadah haji sendiri. Terlebih, adanya regulasi yang bisa saja mendukung wacana itu untuk bisa dilegalkan.

"Tidak masalah kalau memang itu ada peluang di UUPA, tidak masalah, jika memang bisa diwujudkan tidak boleh dihambat karena itu suatu yang legal," kata Samhudi.

Menurut Samhudi, bunyi Pasal 16 UUPA ayat (1) huruf e itu masih bersifat umum, belum mengatur teknis dan detail pelaksanaannya. Apalagi, ada 'frasa sesuai dengan peraturan perundang-undangannya' di akhirannya.

Sehingga, ada undang-undang lain yang mengatur tentang haji. Dalam hal ini yang mengatur secara nasional soal haji adalah UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

"Memungkinkan belum tentu bisa. Mungkin bisa, mungkin juga tidak. Artinya peluangnya ada karena merujuk UUPA, akan tetapi peraturan perundang-undangan itu mengaturnya seperti apa," ujar Samhudi.

Meski demikian, persoalan ibadah haji ini, kata Samhudi, khususnya dalam soal kuota, secara umum sifatnya adalah kewenangan negara antar negara. 

Sebelumnya, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi menyatakan rencana pemberangkatan jemaah haji secara mandiri oleh Pemerintah Provinsi Aceh di luar kuota yang diatur oleh pihaknya tak memungkinkan.

Alasannya, perjanjian yang berkaitan dengan pemberangkatan ibadah haji hanya bisa dilakukan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi.

Zainut menegaskan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah bersifat nasional dan berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia. UU itu tidak membuka ruang untuk daerah membuat peraturan sendiri.

UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh hanya mengatur kewenangan khusus untuk menyelenggarakan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah.

Ide dan wacana itu dilontarkan oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Fadhil Rahmi. Fadhil mengatakan Pemerintah Provinsi Aceh bisa mengajukan itu karena ada aturannya, yaitu dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau biasa disebut UUPA.

Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Aceh, Samhudi mengatakan hal itu sudah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e UUPA.