KPK Tegaskan Tak Pernah Tetapkan Nazaruddin Jadi Justice Collaborator

Terpidana kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games tahun 2011, Muhammad Nazaruddin, (kedua dari kanan) usai salat Idul Fitri di Lapas Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat, pada Jumat pagi, 15 Juni 2018.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVAnews - Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri, menegaskan bahwa instansinya tidak pernah mengeluarkan surat ketetapan justice collaborator (JC) kepada mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin. Ali memaparkan status JC sendiri berdasarkan Surat Edaran MA Tahun 2011 memiliki beberapa kriteria.

"Di sana sudah sangat jelas kriteria pemberian justice collaborator adalah antar lain satu bukan pelaku utama," kata Ali dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne, Selasa, 23 Juni 2020.

Ali mengatakan di internal KPK, siapa pelaku utama kembali ke subjektifitas penyidik atau penuntut umum dengan melihat fakta-fakta penyidikan atau penuntutan di persidangan. Dia mencontohkan jika ada kasus yang menjerat seorang kepala daerah misalnya wali kota atau bupati, dan sekretaris daerahnya, atau kepala dinasnya, maka pelaku utamanya adalah si kepala daerah tersebut karena secara struktural lebih tinggi.

"Wali kota atau bupati, kepala dinas, dia tidak akan mendapatkan justice collaborator karena dia pelaku utama," katanya.

Ali melanjutkan ketika seseorang aktif melakukan rangkaian perbuatan tindak pidana korupsi maka penyidik menyimpulkan bahwa orang tersebut sebagai pelaku utama.

"Pak Muhammad Nazaruddin saat itu juga disimpulkan salah satu pelaku utama dari seluruh perbuatannya," katanya.

Tidak hanya itu, Ali menyampaikan ketika proses penyidikan, Nazaruddin juga tidak kooperatif sampai dia melarikan diri ke luar negeri dan berhasil ditangkap. Menurut Ali, orang seperti itu kecil kemungkinan mendapat status justice collaborator.

"Kami kaget dari Direktorat Jenderal Pas, Muhammad Nazarudin dapat justice collaborator, karena dari awal sangat tidak mungkin. Minimal dari dua kriteria tadi (pelaku utama dan kooperatif saat penyidikan)," katanya.

Ali menambahkan mengenai surat yang diberikan terkait Nazaruddin pada Juni 2014 adalah surat keterangan. Lagi pula, saat itu Nazaruddin statusnya sudah terpidana.

"Tugas KPK sesungguhnya berhenti ketika seorang terdakwa diputus, inkracht jadi terpidana, pembinaan seluruhnya diserahkan ke Kemenkumham," katanya.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mendapatkan cuti menjelang bebas dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. Kebebasan Nazaruddin menjadi sorotan publik lantaran secara hitungan pidana pokok yang diterimanya dari dua kasus yakni suap dan pencucian uang, seharusnya suami Neneng Sri Wahyuni tersebut belum dapat dibebaskan saat ini.