Vaksin COVID-19 Buatan China Tiba di RI, Diklaim Beda dengan Lainnya

Ilustrasi vaksin.
Sumber :
  • Pixabay/Ann_San

VIVA – Kementerian BUMN memastikan bahwa kandidat vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech, China, sudah sampai di Tanah Air. Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengonfirmasi hal itu.

Dia menegaskan bahwa vaksinnya masih dalam proses uji klinis tahap tiga di Bio Farma. "Harapan kami, setelah uji klinis dan dites, maka bisa diproduksi juga di Indonesia," kata Arya dalam telekonferensi, Senin 20 Juli 2020.

Arya memastikan kabar ini juga telah didengar oleh sejumlah negara, sehingga ada beberapa di antara negara itu yang mengajak pemerintah Indonesia untuk bekerja sama.

Mengenai alasan penunjukan Bio Farma sebagai pihak yang menguji vaksin tersebut secara klinis, Arya memastikan bahwa Bio Farma merupakan BUMN yang kredibilitasnya sudah diakui di Tanah Air, dan kompetensinya pun sudah dikenal cukup luas secara global.

Baca: Kasus COVID-19 di Indonesia Lampaui China, Negara Asal Virus Corona

Hal inilah yang juga membuat sejumlah negara yang diikutsertakan dalam uji vaksin untuk COVID-19, ikut percaya pada kinerja dan kredibilitas perusahaan farmasi pelat merah tersebut. "Karena saya sempat dapat informasi bahwa vaksin Sinovac ini memang agak berbeda dengan vaksin yang lain," kata Arya.

"Karena dia agak melebar sehingga dia bisa untuk beberapa jenis virus corona yang berkembang. Jadi, dicoba di China juga, dan saat ini kita proses juga uji coba itu," ujarnya.

Dalam keterangan pers sebelumnya, Sinovac Biotech pernah mengumumkan bahwa vaksin yang mereka kembangkan telah menunjukkan hasil positif pada uji klinis fase satu dan dua. Mereka mengklaim, vaksin itu aman dan mampu memicu respons kekebalan, dan menunjukkan adanya potensi pertahanan diri melawan infeksi virus COVID-19.

Kandidat vaksin bernama CoronaVac itu belum menunjukkan efek samping yang parah, karena 90 orang disuntikkan vaksin justru menunjukkan pembentukan antibodi penawar dalam 14 hari setelah inokulasi.

Uji klinis fase I dan fase II dilakukan di China dengan melibatkan 743 relawan, dengan rentan usia 18 tahun hingga 59 tahun. Perusahaan masih memantau perkembangan uji ini hingga 28 hari, setelah disuntikkan dan akan dipublikasikan di jurnal akademik. (ren)