Red Notice Djoko Tjandra, Kadiv Hubinter Polri Dicopot Gara-gara Lalai

Gedung Bareskrim Mabes Polri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah.

VIVA – Divisi Propam Mabes Polri masih menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan mantan Sekretaris NCB Interpol Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo. Keduanya dicopot dari jabatannya karena diduga melanggar kode etik terkait red notice buronan kasus cessie (pengalihan piutang) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Keduanya dinilai melanggar kode etik lantaran lalai dalam pengawasan staf. Pemeriksaan lanjutan dilakukan guna memastikan pelanggaran kode etik lainnya.

"Seperti kemarin sudah disampaikan, bahwasanya dari mantan Kadivhubinter dan mantan Ses NCB tentunya nanti akan dilakukan penyidikan terkait dengan pelanggaran kode etiknya," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono di Kompleks Mabes Polri, Senin, 20 Juli.

Sementara untuk Brigjen Pol Prasetijo, kata Awi, sejauh ini dinyatakan melanggar disiplin dan kode etik profesi. Dia tidak dalam porsinya mengeluarkan surat jalan Djoko Tjandra.

"Yang bersangkutan tidak dalam porsinya menangani ini, buat surat palsu. Tidak ada Djoko Tjandra sebagai Konsultan Bareskrim. Yang bersangkutan juga kena etik kemasyarakatan," katanya.

Baca: 2 Jenderal Polisi Dicopot Terkait Skandal Red Notice Djoko Tjandra

Soal Prasetijo juga akan dikenakan pidana, Awi belum bisa berkata lebih jauh karena pemeriksaan masih berjalan dan belum rampung. Dia menegaskan semua pihak terlibat akan ditindak, dan prosesnya akan dibuka secara transparan. Termasuk apakah Prasetijo nantinya akan dipecat.

"Kita menemukan pelanggaran-pelanggaran itu nanti kalau di situ mengembang ada perbuatan pidananya tentunya kita akan jerat terkait pasal pidananya. Kita tidak bisa mengandai-andai, biarkan nanti proses. Semuanya ada persidangan, nanti akan ada persidangan terbuka untuk proses itu," ujarnya.

Diketahui, Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.

Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.

Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Kemudian, dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya.