Skandal Djoko Tjandra, Demokrat: Drama Kekonyolan Penegak Hukum

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K. Harman.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Skandal buronan kelas kakap Djoko Tjandra terus jadi sorotan. Buronan kasus pengalihan hak tagih utang PT Bank Bali itu bikin geger karena menyeret sejumlah perwira tinggi Polri.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, menyinggung dalam skandal Djoko ini ada sejumlah instansi dan profesi ikut terseret. Mulai Kejaksaan Agung, Polri, Imigrasi, profesi advokat, dan kedokteran ikut tersandung. 

"Bayangkan seorang dokter itu bisa membuat surat bebas COVID-19 tanpa tes," kata Benny dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne, #ILCDramaJokoTjandra, Selasa malam, 21 Juli 2020.

Baca Juga: Polisi: Dokter yang Buat Surat Bebas COVID-19 Tak Kenal Djoko Tjandra

Benny pun menyoroti potret pengadilan dalam kelicinan Djoko. Bagi dia, kasus Djoko ini memperlihatkan potret drama penegakan hukum di Tanah Air.

"Negara lumpuh di hadapan seorang Djoko Tjandra. Kepolisian lumpuh, kejaksaan lumpuh," tutur wakil ketua umum DPP Partai Demokrat itu.

Pun, ia mengkritisi, dalam kasus ini jajaran pejabat pemerintah seperti main cilukba. Segala aktivitas buronan 68 tahun itu di Tanah Air mulai bikin kartu tanda penduduk (KTP), urus persidangan, hingga pergi ke Malaysia selalu dapat pengawalan.

"Ke Kalimantan dikawal, urus KTP dikawal. Coba bayangkan, ke Malaysia dikawal. Setelah itu, dia berangkat, baru kita ribut, kan malu," ujar Benny.

Ia menyebut, kasus Djoko ini memalukan karena membuat lembaga penegak hukum tak berdaya. "Ini memalukan. Drama kekonyolan penegakan hukum," katanya.

Skandal Djoko Tjandra ini sudah menyeret tiga jenderal Polisi. Nama pertama adalah Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. 

Selain terancam pidana, Prasetijo sudah dicopot dari jabatannya sebagai kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Ia terlibat karena inisiatif membuat surat jalan dan surat bebas COVID-19 untuk Djoko.

Dua jenderal lainnya yang jadi pesakitan karena melanggar kode etik lantaran terlibat dalam red notice untuk Djoko Tjandra. Keduanya adalah Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo. (art)