Ombudsman Minta Presiden Berhentikan Komisaris BUMN Rangkap Jabatan

Ombudsman Republik Indonesia
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

VIVA – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan saran dan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo, terkait polemik rangkap jabatan dan rangkap penghasilan komisaris di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ombudsman berharap Presiden segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres), untuk memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris BUMN. Juga pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Selanjutnya saran Ombudsman adalah, agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan memberhentikan para komisaris rangkap jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih di kantornya, Jakarta, Selasa, 4 Agustus 2020.

Baca juga: Dewan Pengawas KPK Terima 234 Permohonan Izin Penindakan

Saran lainnya adalah agar Presiden memerintahkan menteri BUMN, untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN. Peraturan tersebut yakni, peraturan yang mengatur mengenai penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme serta hak dan kewajiban komisaris di BUMN dan akuntabilitas kinerja para komisaris BUMN.

Alamsyah menjelaskan, saran perbaikan tersebut merupakan hasil assesment dan pemantauan dewan komisaris dan dewan pengawas sebagai pengawas BUMN dan BLU yang dilakukan sejak tahun 2017.

Selanjutnya pada tahun 2020 ini, Ombudsman RI telah melakukan inisiatif pemeriksaan dengan memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan BPKP. Selain itu, juga berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama KPK. 

Menurutnya, dari permintaan keterangan diperoleh temuan sementara,  sampai dengan tahun 2019 ada 397 komisaris pada BUMN dan 167 komisaris pada anak perusahaan BUMN, terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.

“Berdasarkan analisis Ombudsman bersama KPK terhadap data 2019, dilakukan profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Berdasarkan jabatan, rekam jejak karir dan pendidikan ditemukan sebanyak 91 komisaris (32 persen) berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris (49 persen) tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN di mana mereka ditempatkan,” ujarnya.

Atas dasar itu Ombudsman menyimpulkan, terjadi sejumlah potensi maladministrasi rangkap jabatan pada komisaris BUMN. Disebabkan adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas. Serta adanya pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan.

Di samping itu, Alamsyah mengatakan, dalam rangkap jabatan telah menyebabkan rangkap penghasilan dengan nomenklatur honor dan gaji. Hal ini menyebabkan penerapan prinsip imbalan berdasarkan beban tambahan (incremental) menjadi tidak akuntabel dan menimbulkan ketidakadillan.