Periksa Jaksa Harus Izin Jaksa Agung, KPK: Wajar Publik Curiga

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menilai wajar instrumen baru yang dikeluarkan Jaksa Agung ST Burhanudin bisa menimbulkan kecurigaan dan sinisme publik. Apalagi aturan itu dibuat saat bergulirnya kasus Djoko Tjandra.

Jaksa agung mengeluarkan pedoman baru yang mengharuskan setiap institusi penegak hukum mendapat izin darinya, bila ingin memeriksa jaksa yang diduga terlibat suatu peristiwa tindak pidana.

Baca: ICW Curiga Jaksa Agung Tak Ingin Kasus Jaksa Pinangki Diambil Alih

Aturan tersebut tertuang di dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan terhadap Jaksa yang Diduga Melakukan Tindak Pidana yang ditandatangani Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pada 6 Agustus 2020 di Jakarta.

"Mengeluarkan produk seperti ini di saat-saat 'pandemi kasus Djoko Tjandra' dan pemeriksaan jaksa Pinangki, sudah pasti akan menimbulkan sinisme dan kecurigaan publik," kata Nawawi kepada awak media, Selasa, 11 Agustus 2020.

Nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari sempat tersangkut kasus Djoko Tjandra. Dia sempat beberapa kali bertemu dengan Djoko Tjandra saat masih berstatus buron.

Nawawi menilai, aturan tersebut terlihat seperti menggerus upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, ia berpandangan wajar bila sinisme publik muncul akibat terbitnya aturan ini.

"Saya hanya ingin menyatakan, wajar jika muncul kecurigaan dan sinisme publik terhadap produk-produk semacam itu di tengah ramainya kasus Djoko Tjandra yang ikut menyeret nama oknum jaksa," imbuhnya.

Adapun, berdasarkan aturan Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 Tahun 2020 itu, ada sekitar 14 tata cara untuk memperoleh izin dari jaksa agung, jika institusi penegak hukum ingin memeriksa seorang jaksa yang diduga terlibat tindak pidana.

Dalam pedoman tersebut tertulis bahwa tujuan aturan itu dibuat untuk memberikan perlindungan pada jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdana, pidana maupun lainnya. (art)