BUMN Pariwisata Akan Masuk Holding Aviasi, Anggota DPR: Kurang Tepat

Wisatawan berada di kawasan Pantai Canggu, Badung, Bali, Kamis (4/6/2020)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA – Keinginan pemerintah untuk memasukkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pariwisata ke dalam holding aviasi, dianggap sebagai langkah yang kurang tepat. Malah dianggap bisa menjerumuskan sektor ini ke dalam masalah.

Hal itu disampaikan anggota Komisi VI DPR Ervita Nursanty. Dia khawatir, pariwisata akan tertekan jika digabungkan dalam holding aviasi.

"Dari luar sepertinya pondasi makin kuat karena bersinerginya kekuatan pariwisata dan transportasi, tapi ingat ini industrinya berbeda-beda, dan dalam situasi kita butuh dorongan kepada pariwisata malah pariwisata akan bisa tertekan akibat cross default dan tidak bisa bergerak karena masalah yang dihadapi BUMN Aviasi,” kata Ervita, di Jakarta, Rabu, 12 Agustus 2020.

Baca juga: Minus 5,3 Persen, Ekonomi RI Diklaim Lebih Baik dari AS dan Jerman

Dia mencontohkan beberapa unit usaha sektor aviasi, yang kini menanggung banyak utang. Seperti PT Garuda Indonesia (Persero) maupun PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero).  PT Garuda Indonesia (Persero), menurut dia, seperti diberitakan berbagai media, memiliki utang Rp32 triliun per Juli 2020. Kemudian PT Angkasa Pura I (Persero) Rp20 triliun dan PT Angkasa Pura II (Persero) Rp18 triliun.

Dalam situasi seperti ini, menurut dia, memasukkan BUMN pariwisata ke dalam holding aviasi, langkah yang tidak bagus.

"Bukan berarti kita tidak dukung Garuda dan Angkasa Pura ya. Tentu kita mendukung semua maju, tapi kita harus katakan rencana ini kurang pas untuk sekarang. Kawan-kawan pariwisata yakin ini rentan sekali, bisa men-trigger event of default bagi BUMN lain,” ujarnya.

Dia melanjutkan, “Kemudian jelas nanti tidak ada lagi BUMN pariwisata karena semua jadi anak usaha BUMN Aviasi sehingga industri pariwisata tidak terwakili di jajaran BUMN.”

Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan, pariwisata adalah sektor terbesar kedua dalam menghasilkan devisa maupun total revenue. Tapi dia tidak mau ada kesan, holding ini hanya untuk membantu BUMN yang lain tetapi malah mengganggu yang lain. Apalagi, menurutnya, pariwisata dan aviasi adalah dua sektor yang berbeda.

"Jadi lebih bagus pariwisata itu dijadikan holding tersendiri, kita butuh konsolidasi, kita butuh pariwisata tetap di depan. Alasannya pariwisata adalah lokomotif pembangunan ekonomi dan sektor lainnya,” ujarnya.

Dia menambahkan, “Dengan demikian cara pandangnya adalah pariwisata harus didukung semua sektor transportasi, bukan dibuat menjadi di bawah avisasi. Cara pandang yang benar ini perlu untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia yang memang mengandalkan pariwisata.”

Jika memasukkan BUMN pariwisata ke dalam holding aviasi hanya untuk menggaet pasar lebih luas, menurutnya, tanpa penggabungan pun sudah bisa meraih pasar itu. Sehingga menurut dia, jangan sampai ada pemaksaan yang membuat sektor pariwisata yang kini tertekan akibat pandemi COVID-19, menjadi semakin sulit ke depan.

Sementara, menurutnya, sektor pariwisata harus diberi ruang gerak yang bebas dan inovatif dalam menghadapi kompetisi global dan regional yang penuh tantangan.

Seperti diketahui, Kementerian BUMN saat ini sedang merampungkan holding BUMN Aviasi dengan PT Survai Udara Penas sebagai induk holding. Menurut rencana pembentukan holding aviasi ini akan tuntaskan pada tahun 2020.