Pilkada Solo, PDIP: Tak Mau Ada Calon Tunggal, Silakan Usung Sendiri

Gibran Rakabuming Raka bersama pengurus DPC PDIP Solo
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fajar Sodiq

VIVA – Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, diprediksi akan sapu bersih dukungan mayoritas partai politik di Pilkada Solo 2020. Gibran diusung sebagai bakal calon wali kota Solo oleh PDI Perjuangan, berpasangan dengan Achmad Purnomo.

Realita politik di Solo itu pun yang kemudian muncul prediksi Gibran kemungkinan akan jadi calon tunggal dan bakal melawan kotak kosong.

Baca: Ada Gerakan Menangkan Kotak Kosong, Gibran: Masih Ada Calon Independen

Ketua DPP PDIP, Nusyirwan Sudjono, menegaskan bahwa wacana calon tunggal di Pilkada Solo bukan diciptakan oleh PDIP. Gibran sebagai kader PDIP melakukan semua proses dan tahapan di internal partai untuk diusung sebagai bakal calon wali kota Solo. 

"Kan yang menciptakan calon tunggal bukan PDIP, kita mengusung. Kalau tidak menginginkan ada calon tunggal yang dipersilakan partai lain mengusung calon lain. Ini kan kader dari kami, kami mengajukan nama tersebut," kata Nusyirwan di tvOne, Kamis, 13 Agustus 2020.

Seandainya pun, kata dia, Pilkada Solo 2020 ini nantinya hanya ada calon tunggal, maka pada akhirnya masyarakat Kota Solo dihadapkan pada realita politik hanya satu pasangan calon. "Jadi kalau itu tercipta cuma satu apa itu yang disalahkan PDI Perjuangan? Ya enggak benar juga," tegasnya.

Ia juga menolak anggapan dengan munculnya calon tunggal bisa merusak demokrasi. Menurutnya, PDIP sejak pascareformasi komitmen terdepan untuk mewujudkan pemilihan umum yang demokratis dan terbuka. "Tidak ada niatan merusak," imbuhnya.

Seperti zaman Orde Baru

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengatakan tidak ada yang menyalahkan PDIP dengan kondisi politik di Solo. PDIP juga tidak melanggar apa pun, ketika nantinya hanya ada satu calon di Pilkada Solo yang diusung PDIP.

Hanya saja, kata Refly, ada etika masyarakat yang dilanggar. Karena masyarakat menginginkan partai politik menyodorkan calon-calon yang sudah mapan dan memiliki track record yang jelas. PDIP, lanjutnya, tidak kekurangan figur-figur berpengalaman untuk memimpin Kota Solo.

"Hanya persoalannya, partai-partai di luar PDIP itu dalam tanda kutip takut semua. Belum apa-apa sudah nyerah. Coba bayangkan, ada partai politik yang dicalonkan kader partai lain kan aneh rasanya. Kenapa Golkar, Gerindra, PAN tidak mengajukan kadernya sendiri untuk bertanding dengan kader lain. Ini kayak zaman pemerintahan orde baru," kata Refly.

Masalah lain yang memunculkan calon tunggal adalah karena ambang batas parlemen atau parliamentary threshold, sehingga tidak semua partai politik bisa mencalonkan sendiri calonnya di pilkada. 

"Kalau parliamentary threshold partai politik itu dihilangkan maka semua partai politik yang duduk di DPRD Solo atau DPRD lain bisa nyalon, dan jumlahnya kan enggak banyak hanya 9-10 partai saja," ungkapnya.

Fenomena ini, kata Refly, membuat situasi politik menjadi agak monolitik. Partai politik yang tidak punya modal cukup kursi mengusung sendiri calon, akhirnya tidak berani mengusung calon sendiri dan memilih bergabung semua dalam pemerintahan. Sehingga muncul kekuatan non-parlemen yang justru melakukan kerja-kerja oposisi. 

"Dalam konteks Solo ini kan partai yang ingin mengusung sendiri kan cuma PKS, kalau partai lain kan sepertinya mendukung Gibran semua," terang Refly. (ase)