Cegah Politik Uang di Pilkada 2020, KPK Minta PPATK Dilibatkan

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengusulkan agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) disertakan dalam mencegah terjadinya politik uang (money politics) di Pilkada 2020. Sebab, PPATK punya kewenangan dan kemampuan untuk melacak aliran uang para calon kepala daerah.

Demikian disampaikan Ghufron saat menjadi narawicara dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Memastikan Pilkada Sehat: Menjauhkan COVID-19 dan Korupsi' yang ditayangkan lewat YouTube PUSaKO, Jumat, 11 September 2020.

"Dalam upaya mencegah korupsi dan kecurangan dalam praktik pilkada yang akan datang itu, maka kemudian KPK memberikan rekomendasi yaitu pertama perlu kerja sama dan koordinasi dengan PPATK," kata Ghufron.

Baca juga: Pelanggar Protokol COVID-19 saat Pilkada 2020 Bisa Dipenjara 4 Bulan

Menurutnya, karena PPATK sebagai analisis transaksi keuangan, tentu kemudian memiliki kemampuan untuk men-trace transaksi-transaksi keuangan yang kemudian memungkinkan digunakan sebagai money politics.

Berdasarkan hasil kajian KPK, lanjut Ghufron, sebanyak 82 persen para calon kepala daerah disponsori oleh sumber tertentu untuk mengikuti kontestasi pilkada. Oleh karenanya, Ghufron mewanti-wanti agar tidak terjadi kecurangan dalam pilkada tahun ini.

"Karena faktanya dalam kajian KPK sebelumnya, ada sekitar 82 persen pilkada itu calon-calon kepala daerahnya itu 82 persen didanai oleh sponsor, tidak didanai oleh pribadinya. Sehingga, itu menunjukkan nanti akan ada aliran-aliran dana dari sponsor kepada calon kepala daerah," ujarnya.

Ia juga mengusulkan agar dibuatkan peta risiko praktik korupsi atau penyimpangan dalam penyelenggaraan pilkada berbasis karakteristik wilayah. Hal itu juga menjadi salah satu antisipasi kecurangan ataupun money politics dalam Pilkada 2020.

"Jadi perlu kemudian pemetaan, karena antara Aceh sampai Papua karakteristik-karakteristik kerawanannya berbeda-beda, ada berbasis mungkin berbasis agama, berbasis ketimpangan sosial dan lain-lain. Itu perlu dipertahankan (pemetaan) karena masing-masing daerah memiliki spesialisasi," katanya. (art)