Hakim Tolak Praperadilan Irjen Napoleon

Irjen Napoleon Bonaparte (tengah)
Sumber :
  • VIVA/Vicky Fajri

VIVA – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang praperadilan yang diajukan oleh Irjen Napoleon Bonaparte melawan Mabes Polri pada Selasa, 6 Oktober 2020. Agendanya, yakni pembacaan putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Suharno.

Dalam sidang putusan praperadilan ini, Irjen Napoleon tidak hadir dan hanya diwakili oleh para kuasa hukumnya, Gunawan Raka dan partner. Sementara, ada tiga orang kuasa hukum dari Polri di antaranya Kombes Widodo.

Setelah membacakan pertimbangan dalil-dalil, Hakim Suharno memutuskan bahwa praperadilan yang diajukan oleh Irjen Napoleon tidak diterima alias ditolak. Tentu, Hakim Suharno sudah membaca dan meneliti secara seksama seluruh proses dalam sidang baik alat bukti maupun barang bukti.

Bahkan, Suharno mengatakan Irjen Napoleon tidak dapat menghadirkan saksi-saksinya walaupun sudah diberi kesempatan.

“Mengadili, menolak permohonan praperadilan pemohon (Irjen Napoleon) untuk seluruhnya dan membebankan biaya perkara kepada pemohon,” kata Hakim Suharno.

Baca juga: Polisi Ditantang Bawa Uang Rp7 Miliar yang Dituduhkan kepada Napoleon

Dalam kasus penghapusan red notice untuk terpidana Djoko Soegiarto Tjandra, penyidik Bareskrim telah menetapkan empat orang tersangka yakni Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi.

Informasi dari laman resmi PN Jakarta Selatan, gugatan tersebut didaftarkan pada Rabu, 2 September 2020 dengan nomor perkara: 115/Pid.Pra/2020/PN JKT.SEL. Termohonnya yaitu Polri dan pemohon Irjen Napoleon Bonaparte.

Adapun permohonan Napoleon yaitu menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan surat perintah penyidikan Nomor :Sprin.sidik/50a/VII/2020/Tipidkor ter tanggal 5 Agustus 2020 adalah mengandung cacat hukum karena dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

Ketiga, menyatakan penyidikan dalam perkara a quo adalah berdasarkan surat perintah penyidikan yang cacat hukum, maka penyidikan sebagaimana dimaksud terkait peristiwa pidana penetapan tersangka terhadap diri pemohon melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHP harus dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Keempat menyatakan surat keputusan Nomor : S.Tap/02/VII/2020/Tipidkor tanggal 14 Agustus 2020 yang menetapkan pemohon menjadi tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait 'rednotice' atas nama Joko Soegiarto Tjandra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHP adalah tidak sah dan batal demi hukum oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kelima, menyatakan tidak sah segala segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon.

Keenam, memerintahkan termohon/penyidik pada laporan Polisi Nomor: LP/A/0430/VII/2020 tanggal 5 Agustus 2020 untuk menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara atas nama Irjen Pol Napoleon Bonaparte.

Ketujuh, menghukum termohon membayar biaya-biaya yang ditimbulkan dalam perkara ini. (ase)