KPK Tahan Wali Kota Tasikmalaya, Sekda: Kita Prihatin

Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman ditahan KPK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

VIVA –  Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan menahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman. Budi ditahan terkait kasus suap pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tasikmalaya, Ivan Dicksan menjelaskan penahanan Budi Budiman mengejutkan karena di luar prediksi. Sebab, menurut dia, Budi Budiman hanya menjalani jadwal pemeriksaan di KPK.

"Saya tahu Pak Wali lagi diperiksa hari ini, saya enggak tahu perkembangannya," ujar Ivan kepada wartawan Jumat malam 23 Oktober 2020.

Ivan memastikan roda Pemerintahan Kota Tasikmalaya tetap berjalan demi kepentingan pelayanan masyarakat. Ia berharap agar Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga segera merespons atas penahanan Budi.

"Pemerintahan tidak berhenti, kita prihatin. Mungkin ada arahan juga dari provinsi bagaimana baiknya," jelasnya.

Baca Juga: KPK Tahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman

Seperti diketahui, Budi merupakam tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018. Ia ditetapkan tersangka dalam pengembangan kasus inisejak 26 April 2019. 

Budi diduga menyuap mantan pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo sebesar Rp400 juta. Pun, KPK menduga, Budi bertemu dengan Yaya pada 2017. Dalam pertemuan itu, Yaya menawarkan bantuan pengurusan DAK.

Dalam prosesnya, sekitar Mei 2017, Budi mengajukan usulan DAK Tasikmalaya tahun 2018 di sejumlah bidang mulai dari jalan, irigasi dan rumah sakit. 

Kemudian, pada 21 Juli 2017, Budi kembali bertemu dengan Yaya di Kemenkeu. Selanjutnya, pada Oktober 2017, Kota Tasikmalaya diputuskan mendapat DAK Rp124,38 miliar. 

Budi pun kembali memberikan uang Rp200 juta ke Yaya pada 3 April 2018. Status Budi merupakan tersangka ketujuh dalam pusaran kasus dugaan suap terkait pengurusan DAK ini.

Sementara itu, Yaya Purnomo sudah divonis 6,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider satu bulan dan 15 hari kurungan karena terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam pengurusan DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) di sembilan kabupaten.