Siswa Jadi Korban, KPAI: PJJ Kurang Pertimbangkan Psikologis Anak

Komisioner KPAI Retno Listyarti.
Sumber :
  • VIVAnews/Suparjo Ramalan

VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan duka mendalam atas wafatnya seorang siswa salah satu SMP di Tarakan yang ditemukan tewas gantung diri, di kamar mandi tempat tinggalnya. 

Hal ini dianggap sangat mengejutkan, apalagi pemicu korban bunuh diri adalah banyaknya tugas sekolah daring yang menumpuk yang belum dikerjakan korban sejak tahun ajaran baru. Padahal syarat mengikuti ujian akhir semester adalah mengumpulkan seluruh tugas tersebut.

Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, kasus bunuh diri bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Melainkan adanya akumulasi dan rentetan panjang yang dialami individu tersebut dan dia tidak kuat menanggungnya sendirian. Sebenarnya, kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah berlangsung lama dan ini artinya, sudah banyak yang mulai bisa beradaptasi namun ada juga yang justru makin terbebani.

"Ada beberapa kasus bunuh diri siswa yang disebabkan PJJ, di bulan yang sama, siswi 17 tahun di Kabupaten Gowa juga bunuh diri karena depresi menghadapi tugas-tugas sekolah yang menumpuk selama PJJ fase kedua. Sedangkan pada September 2020, seorang siswa SD (8 tahun) mengalami penganiayaan dari orangtuanya sendiri karena sulit diajari PJJ. Ada 3 nyawa anak yang menjadi korban karena beratnya PJJ selama pandemi," kata Retno dalam keterangan pers yang dikutip, Sabtu, 31 Oktober 2020.

Karena sejumlah hal tersebut, KPAI memberikan rekomendasinya yakni pertama, KPAI mendorong Kemdikbud, Kementerian Agama, Dinas-dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap  pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada fase kedua yang sudah berjalan selama 4 bulan. 

"Tidak ada kasus bunuh diri siswa, bukan berarti sekolah atau daerah lain,  PJJ-nya baik-baik saja, bisa jadi kasus yang mencuat ke publik merupakan gunung es dari pelaksanaan PJJ yang bermasalah dan kurang mempertimbangkan kondisi psikologis anak, tidak didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak," ujar Retno

Yang kedua, KPAI akan bersurat kepada pihak-pihak terkait untuk pencegahan dan penanganan peserta didik yang mengalami masalah mental dalam menghadapi PJJ di masa pandemi, mengingat PJJ secara daring berpotensi membuat anak kelelahan, ketakutan, cemas, dan stres menghadapi penugasan yang berat selama PJJ.  

Para guru Bimbingan Konseling (BK) juga dapat diberdayakan selama PJJ di masa pandemi, sehingga masalah gangguan psikologis pada para siswa dapat diatasi segera untuk mencegah peserta didik depresi hingga bunuh diri. 

"Wali kelas dan guru kelas seharusnya dibantu dan dilatih untuk mampu memetakan dan mendeteksi siswa yang dapat mengikuti PJJ daring dan yang tidak, untuk siswa yang mengalami kesulitan mengikuti PJJ maka pihak sekolah harus berkoordinasi dengan orangtuanya dan bersinergi membantu kesulitan anaknya," kata Retno.

Rekomendasi ketiga, KPAI mendorong Kemdikbud mensosialisasikan secara masif Surat Edaran Sesjen Kemdikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. 

Dalam surat edaran tersebut, dinyatakan bahwa tujuan  pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat COVID-19. 

Keempat, KPAI juga mendorong Pemerintah Daerah Tarakan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta P2TP2A Tarakan untuk memberikan layanan rehabilitasi psikologi kepada ibu korban maupun saudara kandung korban jika dibutuhkan keluarga korban. 

"Tentu harus diawali dengan assesment psikologi oleh psikolog dari Dinas PPPA Kota  Tarakan," ujat Retno

Kemudian untuk rekomendasi yang kelima, pada minggu ketiga November 2020, KPAI akan menyelenggarakan rapat koordinasi nasional  untuk membahas hasil pengawasan bidang pendidikan selama pandemi COVID-19. Mulai dari persoalan PJJ sampai persiapan buka sekolah.

"Rakornas ini akan melibatkan seluruh stakeholder pendidikan, Kemdikbud, Kemenag, KPPPA termasuk perwakilan sekolah," ujarnya.

Baca juga: KPAI: Pelajar Ikut Demo Omnibus Law karena Bosan Sekolah Virtual