Indonesia Masuk Resesi, Rizal Ramli Sebut Tak Mengejutkan

Rizal Ramli dalam acara Indonesia Lawyers Club tvOne
Sumber :
  • VIVAnews/Andry Daud

VIVA - Ekonom senior, Rizal Ramli, menilai pernyataan Presiden Jokowi terkait dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 yang diperkirakan masih negatif dan membuat Indonesia resmi masuk dalam jurang resesi bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Alasannya, sejak awal tim ekonomi tidak memiliki terobosan dalam membangkitkan perekonomian yang tengah terpuruk.

"Tidak ada surprise, sudah diperkirakan sejak awal tahun 2020 karena kebijakan ekonomi super-konservatif dan neoliberal yang sudah gagal. Pertanyaan yang lebih penting, apa yang akan dilakukan Jokowi, mengulangi cara yang sama yang telah berulang gagal? Atau ubah strategi dan pecat menteri neoliberal dan KKN?" kata Rizal Ramli yang juga mantan anggota tim panel ekonomi PBB, Selasa, 3 November 2020.

Baca juga: Rizal Ramli: Tahun ke-6 Pemerintahan Jokowi, Indikator Ekonomi Merosot

Pada Agustus 2020, Rizal telah menyatakan bahwa perekonomian Indonesia sudah masuk dalam resesi sejak kuartal II tahun 2020. Penilaian Menko Ekuin pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu didasarkan pada rumusan yang lazim di dunia internasional.

"Kita bisa lihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 yang sebesar 2,97 persen sudah mengalami kontraksi 2 persen dibandingkan dengan kuartal IV 2019 yang tumbuh 4,97 persen. Kemudian pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi terkontraksi -5,32 persen atau minus 4,19 persen ketimbang kuartal I 2020. Kalau berdasarkan rumusan dunia internasional bila ekonomi terus merosot selama dua kuartal ya berarti resesi," kata Rizal lagi.

Terkait resesi, lanjut Rizal, sebenarnya sejak tahun lalu sudah banyak indikator yang menunjukkan bahwa kondisi ekonomi di Indonesia melemah terlepas ada atau tidaknya pandemi COVID-19.

"Sejak satu setengah tahun yang lalu, kami sudah ingatkan bahwa ada indikator-indikator yang menunjukkan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan, baik secara makro ekonomi dengan menggunakan indikator misalnya trade surplusnya makin mengecil," kata Rizal.

Kedua, indikator lain yang menunjukkan ekonomi Indonesia melemah adalah transaksi berjalan defisitnya semakin lebar. Kemudian primary balance yang negatif, artinya untuk bayar bunga bank saja Indonesia harus utang.

"Kalau primary balance-nya positif itu tidak, tapi kalau satu negara hanya untuk bayar utang juga mesti ngutang itu negatif primary balance-nya dan ini adalah faktor perlambatan ekonomi," kata Rizal.

Kemudian, lanjut Rizal, tax ratio (penerimaan pajak dibanding PDB) sejak tahun lalu hanya 10 persen dan saat ini bahkan negatif. Ini menunjukkan otoritas fiskal tidak efektif.

"Karena doyannya nguber (mengejar) yang kecil-kecil doang, sama yang gede-gede tidak berani justru dikasih tax holiday dan pembebasan pajak 20 tahun, dan sebagainya," ujarnya.

Jadi, strategi Menteri Keuangan, menurut Rizal, terbalik karena hanya fokus mengejar pajak kalangan menengah ke bawah atau yang kecil. Alhasil, tidak aneh jika penerimaan pajak menjadi kecil karena tidak fokus dengan yang besar.

"Sehingga sejak satu setengah tahun yang lalu, semua indikator makro Indonesia sudah merosot dan ekonomi akan melambat," kata Rizal.

Presiden Jokowi menyatakan pertumbuhan ekonomi minus sekitar 3 persen pada kuartal III 2020. Artinya, Indonesia resmi masuk jurang resesi setelah pada kuartal sebelumnya, laju ekonomi minus 5,32 persen.

"Pada kuartal III ini, kita juga mungkin sehari, dua hari, tiga hari akan diumumkan oleh BPS, juga masih berada di angka minus. Perkiraan kami minus 3 persen, naik sedikit," kata Jokowi.