Divonis Bersalah soal Tragedi Semanggi, Kejaksaan: Tak Tepat
- VIVA/Vicky Fajri
VIVA – Kejaksaan Agung RI menghormati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memvonis Jaksa Agung, ST Burhanuddin bersalah atas pernyataan bahwa tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat saat rapat kerja dengan Komisi III DPR pada 16 Januari 2020.
“Tim Jaksa Pengacara Negara selaku kuasa tergugat sangat menghormati atas putusan Pengadilan TUN tersebut,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono di Kejaksaan pada Rabu, 4 November 2020.
Namun, kata Hari, Tim Jaksa Pengacara Negara pada Direktorat Tata Usaha Negara Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung akan mempelajari dulu isi dari putusan untuk mengambil upaya hukum selanjutnya.
Hal itu sesuai ketentuan Pasal 122 maupun 131 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha, sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009.
“Karena putusan tersebut dirasakan tidak tepat, maka Tim Jaksa Pengacara Negara selaku kuasa tergugat akan mempelajari terlebih dahulu atas isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum,” ujarnya.
Putusan PTUN Jakarta dengan penggugat Sumarsih dan kawan-kawan melawan pemerintah cq Jaksa Agung sebagai tergugat, sebagaimana teregistrasi Nomor: 99/G/TUN/2020/PTUN.JKT.
Hari menjelaskan dalam amar putusannya disebutkan bahwa menyatakan eksepsi-eksepsi yang disampaikan tergugat tidak diterima, dan dalam pokok perkara mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya.
Kemudian, kata Hari, putusan tersebut menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada 16 Januari 2020 yang menyampaikan, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Seharusnya, Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM adalah perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan.
Dengan demikian, majelis mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan Pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan / keputusan yang menyatakan sebaliknya. “Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.285.000,” jelas dia.
Baca juga: Jenderal BHD, Eks Kapolri yang Terseret Kisruh Ayu Ting Ting