Kota Tangerang Selatan Dilirik Tiga Dinasti Politik

Tiga pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan yakni Muhammad - Rahayu Saraswati, Azizah - Ruhamaben dan Benyamin Davnie - Pilar Saga Ikhsan dalam debat di Jakarta, (22/11/2020) - ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL
Sumber :
  • bbc

Untuk pertama kalinya dalam Pemilihan Kepala Daerah Tangerang Selatan, di setiap pasangan calon melibatkan seorang tokoh dari dinasti politik berpengaruh.

Pengamat mengatakan tokoh-tokoh nasional melirik kota itu sebagai batu loncatan karir politik dan bahwa faktor kekebaratan di tengah pandemi dinilai membantu pengenalan pasangan calon di tengah pembatasan kampanye.

Sementara, warga Tangsel mengutarakan harapan perubahan kepemimpinan yang akan membawa pengembangan merata di kota penyangga ibu kota Jakarta itu.

Pemilihan Kepala Daerah Tangerang Selatan tahun ini menarik perhatian para elit politik, dengan setidaknya satu orang dari ketiga pasangan calon wali kota dan wakil wali kota memiliki keterkaitan dengan dinasti politik.

Mereka adalah Siti Nur Azizah, yang merupakan putri Wakil Presiden Ma`aruf Amin, dan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Ketua Umum Partai Gerindra dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Lainnya, Pilar Saga Ichsan, anak dari bupati Serang Ratu Tatu Chasanah, dan masih kerabat dekat Ratu Atut Chosiyah, gubernur Provinsi Banten selama dua periode sebelum dinonaktifkan pada Mei 2014 akibat kasus suap.

Sementara itu, situasi pandemi Covid-19 membuat cara paslon berinteraksi dengan para pemilih menjadi relatif lebih terbatas.

Di tengah kondisi ini, warga Tangsel Zainal Abidin mengatakan, kekerabatan politik mempengaruhi bagaimana pasangan calon dikenal masyarakat.

"Ini pasti ngaruh karena sosok bapaknya atau tantenya, itu yang kita kenal. Langsung, oh itu anaknya pak Ma`aruf Amin, ponakannya Ratu Atut.

"Itu berpengaruh juga. Justru yang enggak ada embel-embel anaknya siapa atau ponakannya siapa, justru malah gak ngetop. Kayak ponakannya Prabowo, justru ponakannya Prabowo lebih ngetop, padahal posisinya wakil," kata Zainal, kepada BBC News Indonesia.

Tangerang Selatan akan menjalani pilkada yang ketiga sejak disahkan sebagai kota pada 2012 lalu.

Pilkada di Tangsel ini juga menjadi kesempatan untuk menyambut kepemimpinan baru, dengan berakhirnya masa periode kedua petahana.

Zainal, yang berdomisili di Kecamatan Ciputat, berharap siapa pun pemimpin yang terpilih, akan membawa pengembangan yang merata di kota itu.

"Jadi kalau misalnya ada kalau bisa tokoh yang baru, dia mau mengubah semua, dia mau bikin kota Tangsel yang benar-benar modern, yang bagus yang merata semuanya," tuturnya.

`Tangerang Selatan bisa menjadi lompatan`

Tidak mengherankan jika tokoh-tokoh nasional melirik kota Tangerang Selatan, kata Titi Anggraini, peneliti dari Pekumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, atau Perludem.

Ia mengatakan Tangsel adalah kota yang strategis, tidak hanya dari segi lokasi yang berbatasan dengan ibu kota Jakarta, tetapi juga dari sisi tantangan tata kelola pemerintahan.

Sehingga, tambah Titi, meraih kepemimpinan di Tangsel dan menunjukkan prestasi dalam bertugas dapat menjadi batu loncatan dalam karir politik.

"Jadi selain memang dari sisi kestrategisan wilayah, lalu juga potensi daerah PAD (pendapatan asli daerah) yang sangat besar - diatas Rp2 triliun di level kota - dan ini adalah kota yang memang bisa dikatakan banyak sekali orang besar dan orang penting yang berkarir dan berkiprah di Jakarta menghabiskan hidupnya di kota ini.

"Jadi memang dia kota yang skalanya dan dampaknya itu bagi Indonesia besar. Bisa dibilang memimpin kota Tangerang Selatan bisa menjadi lompatan untuk mendapatkan posisi politik yang lebih tinggi," ujar Titi.

Ia menambahkan, kekerabatan politik dalam situasi pandemi turut membantu mengekspos paslon dengan memicu diskursus politik dan pemahaman peta politik diantara warga Tangsel.

Meski hal itu patut menjadi perhatian, namun Titi mengatakan itu bukan menjadi permasalahan utama dari dinasti politik.

Bahayanya, tambah Titi, terletak pada akses politik yang menjadi terbatas karena mengabaikan kaderisasi kandidat partai.

"Jadi kecenderungannya adalah, dinasti politik hadir dengan mengabaikan kaderisasi dan rekrumen politik yang demokratis, sehingga ruang politik kita, akses politik itu, menjadi semakin sempit.

"Hanya terbuka dan bisa dengan baik diakses oleh mereka yang menjadi bagian dari politik kekerabatan atau dinasti politik yang ada di partai, dan ini tidak sehat," kata Titi.

`Elektabilitas dan akseptabilitas masyarakat`

Calon Wali Kota Tangsel, Siti Nur Azizah, mengakui kekerabatannya sebagai putri Wakil Presiden Ma`aruf Amin menguntungkan di masa kampanyenya.

Meski demikian, kandidat dari Partai Demokrat itu mengatakan hal itu tidak cukup untuk memenangkan kontestasi pilkada di Tangsel.

Dengan pendekatan berkampanye secara modern maupun konvensional di tengah pandemi, Azizah menegaskan bahwa ia dan calon wakilnya, Ruhamaden, berfokus untuk membawa perubahan.

"Kalau terkait dengan popularitas, iya, itu pasti ada dampak. Itu keberkahan buat kami sebagai putri langsung dari beliau. Itu suatu keberkahan. Tetapi saya rasa itu tidak cukup karena untuk memenangkan itu kan ada beberapa syarat, diantaranya adalah elektabilitas dan akseptabilitas masyarakat," ujar Azizah.

Sementara, bagi calon Wakil Wali Kota Tangsel, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, ia menepis anggapan bahwa meraih kepemimpinan di kota itu menjadi kendaraan politik.

Keponakan Prabowo Subianto tersebut, bersama calon Wali Kota Muhammad, menekankan fokus pada potensi pengembangan kota di provinsi Banten itu.

"Kalau saya sendiri tidak melihat kendaraan politiknya karena tentunya tidak ada ambisi di situ" kata Saraswati.

"Tetapi lebih melihat bagaimana Tangsel sebagai kota penyangga dengan segala potensinya yang ada, kekuatan-kekuatan yang ada, terutama juga kekuatan muda, itu perlu untuk didukung, untuk bisa berkembang lebih maksimal lagi. Dan itu yang menarik justru," tutupnya.

Seperti Zainal, seorang warga Tangsel lainnya, Roby Fatahillah Afsa, juga mengharapkan pembangun merata.

"Merata baik itu masyarakat yang memilih dia, maupun dari masyarakat yang opisisinya pun tetap diayomi. Jadi untuk kompetisi, hanya sebatas di kancah Pilkadanya saja.

"Tapi setelah dipilih, harapan dari saya sendiri semuanya dirangkul," tutur Roby, yang merupakan seorang warga kecamatan Pamulang.