Soal Vaksin, MUI dan BPOM Diminta Jangan cuma Jadi Tukang Stempel

Sebanyak 20.000 Dosis Vaksin Sinovac Sampai di Riau. (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Bambang Irawan

VIVA – Pekan depan pemerintah akan memulai vaksinasi serentak COVID-19. Namun sampai saat ini belum ada laporan resmi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Khususnya terkait hasil riset tahap tiga untuk memastikan keamanan dan kehalalan dari vaksin yang akan disuntikkan.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto, meminta MUI dan BPOM dapat bekerja secara independen. Karena kedua lembaga itu adalah benteng pelindung masyarakat yang harus bekerja secara profesional berdasarkan kaidah-kaidah fatwa dan ilmiah yang berlaku.

"Lembaga ini tidak boleh bekerja dalam tekanan pemerintah, apalagi didikte oleh para pedagang vaksin,” kata Mulyanto kepada wartawan, Kamis, 7 Januari 2021.

Baca juga: Pemerintah Berlakukan PPKM Bukan PSBB Jawa-Bali, Ini Bedanya

Tiga juta dosis vaksin Sinovac buatan China tengah didistribusikan ke berbagai daerah Indonesia. Namun proses pemberian fatwa halal oleh MUI dan pemeriksaan hasil uji klinis oleh BPOM diminta harus berjalan sesuai dengan kaidah fatwa dan standar ilmiah yang teruji.

"Jangan sampai MUI dan BPOM sekadar menjadi tukang stempel, yang hanya mengikuti kehendak pihak-pihak yang diuntungkan dengan bisnis vaksin ini. Prinsip perlindungan terhadap keyakinan religius dan kesehatan masyarakat harus tetap menjadi pedoman yang utama," tegasnya.

Anggota Komisi VII DPR RI ini menambahkan, sekarang masyarakat menyorot kinerja BPOM dan MUI. Masyarakat ingin vaksin yang direkomendasikan benar-benar terjamin khasiat, keamanan dan kehalalannya. 

"Masyarakat akan taat dan turut dengan apa yang akan direkomendasikan MUI dan BPOM," ujarnya.

Selain itu, ia juga minta pemerintah tidak hanya mengandalkan satu merek vaksin saja seperti Vaksin Sinovac ini. Pemerintah perlu mempertimbangkan merek vaksin lain yang terinformasikan efektivitas dan keamanannya. Hal ini penting agar Indonesia tidak tergantung dan terjadi tindak monopoli atas satu merek saja. "Ini tidak sehat secara ekonomi,” tegasnya.

Mulyanto mendesak pemerintah mempercepat proses uji klinis dan produksi vaksin Merah Putih yang merupakan vaksin hasil karya peneliti dalam negeri. Diharapkan vaksin ini dapat menjadi substitusi atau pengganti vaksin impor.

"Kita memiliki banyak ahli vaksin serta BUMN sektor kesehatan yang andal. Saya yakin bangsa kita mampu memproduksi vaksin domestik hasil riset dan inovasi anak bangsa ini jika pemerintah mendorong dan memfasilitasi secara maksimal. Kenapa tidak?" paparnya. (ase)