Gubernur Bengkulu Dicecar KPK Soal Perizinan Ekspor Benur

Petugas Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Jambi menunjukkan barang bukti benih lobster yang diamankan saat rilis kasus di Jambi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

VIVA – Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengaku, dicecar mengenai kewenangan perizinan dan proses ekspor benih bening lobster atau Benur, oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 18 Januari 2021.

Rohidin diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo di Gedung KPK pada Senin, 18 Januari 2021.

“Saya sebagai warga negara yang baik datang memberikan keterangan sebagai saksi terkait dengan kasus yang sedang ditangani KPK,” kata Rohidin di Gedung KPK.

Dalam pemeriksaan, Rohidin mengaku dimintai keterangan terkait kewenangan perizinan dan proses dalam ekspor benur.

"Tidak ada sama sekali kita terkait dengan bagaimana kewenangan perizinan dan prosesnya," ujarnya.

Diketahui, ada tujuh orang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan, pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.