Sultan HB X Pecat 2 Adiknya dari Jabatan di Keraton Yogyakarta

Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X usai salat berjemaah Idul Fitri di Alun-alun Utara, Rabu, 5 Juni 2019.
Sumber :
  • VIVA/Cahyo Edi

VIVA - Sebuah surat berlogo Keraton Yogyakarta beredar di grup-grup whatsapp. Surat berbahasa Jawa ini mulai beredar pada Selasa, 19 Januari 2021.

Surat yang tertulis Dhawuh Ageng ini memiliki nomor surat angka: 01/DD/HB.10/Bakdamulud.XII/JIMAKIR.1954.2020. Surat ini ditandatangani Sultan Hamengku Bawono KA 10. pada 16 Bakdamulud Jimakir 1954 atau 2 Desember 2020.

Dalam surat ini berisi dua bab. Bab I berisikan pergantian pimpinan Keraton Yogyakarta di Parwabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelumnya, Parwabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini dipimpin oleh adik tiri Sultan HB X yaitu GBPH Yudaningrat.

Jabatan ini kemudian dipegang oleh putri sulung Sultan HB X, GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram.

Sementara pada Bab II berisikan pergantian pimpinan Keraton Yogyakarta di bidang Nityabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jabatan ini sebelumnya dipegang oleh adik tiri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo.

Usai keluarnya surat tersebut, jabatan yang sebelumnya dipegang oleh GBPH Prabukusumo ini digantikan oleh putri Sultan HB X yaitu GKR Bendara.

Menanggapi keluarnya surat Dhawuh Dalem berisi pemecatan terhadap dirinya, GBPH Prabukusumo atau kerap disapa Gusti Prabu pun angkat bicara.

Gusti Prabu menuturkan surat tersebut batal demi hukum karena Keraton Yogyakarta tidak mengenal gelar Bawono.

“Pertama, Keraton Yogyakarta tidak mengenal nama Bawono. Artinya surat ini batal demi hukum. Kemudian, nama saya dalam surat juga keliru dan yang mengangkat saya dulu almarhum Bapak Dalem HB IX 8 kawedanan, bebadan dan tepas, diteruskan Hamengku Buwono X,” ujar Gusti Prabu saat dihubungi, Selasa 19 Januari 2021, malam.

Gusti Prabu menerangkan sejak 2015 atau sejak Sultan HB X mengeluarkan Sabdatama dan Sabdaraja, dirinya sudah tak lagi aktif di Keraton Yogyakarta. Gusti Prabu menilai Sabdatama dan Sabdaraja ini bertentangan dengan Paugeran Keraton Yogyakarta sehingga Prabu bersama adik-adiknya yang lain mundur melayani HB X.

“Artinya, mengapa orang salah tidak mau mengakui kesalahannya. Malah memecat yang mempertahankan kebenaran, yaitu kesungguhan pikiran, niat dan hati yang mulia untuk mempertahankan adat istiadat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak HB I hingga HB IX,” tegas Gusti Prabu.

Putra Sultan HB IX ini menegaskan dirinya tak pernah berbuat kesalahan kepada Keraton Yogyakarta sehingga layak untuk dipecat. Gusti Prabu menuturkan dirinya berpesan kepada masyarakat Yogyakarta agar tak salah menilai terhadap isi surat tersebut.

“Sabar bersabar. Kalau saya dengan dhimas Yudho (GBPH Yudhaningrat) dipun jabel kalenggahanipun. Artinya itu dipecat. Karena itu saya membuat ini (pernyataan tertulis) agar warga DIY tahu kalau saya dan dhimas Yudho itu tidak salah,” kata Gusti Prabu.