Selama Pandemi Ada Sebanyak 9.453 Pernikahan Dini di Jatim

Pernikahan dini/anak.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Sebanyak 9.453 pernikahan dini terjadi di Jawa Timur (Jatom) selama pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Data itu berdasarkan data diperoleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jawa Timur dari Pengadilan Agama. Jumlah itu setara 4,97 persen dari total 197.068 pernikahan di Jatim pada tahun yang sama.

Pernikahan dini yang dimaksud ialah pihak mempelai yang melaksanakan akad di bawah usia minimal yang ditentukan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni 19 tahun. Data pernikahan dini di atas bisa jadi lebih sedikit dari sebenarnya, karena sangat mungkin masih terjadi pernikahan dini yang tidak tercatat alias siri.

Kepala DP3AK Jatim, Andriyanto menuturkan, bila dipersentase, jumlah itu meningkat dari tahun 2019. Tahun itu, jumlah kasus pernikahan dini di Jatim sebanyak 3,6 persen dari total jumlah pernikahan. Namun, angkanya lebih banyak, yakni 19.211 kasus dari total 340.613 perkawinan.

Dari data itu, Andriyanto mengatakan bahwa masih perlu upaya keras untuk dilakukan untuk menekan angka kasus pernikahan dini di Jatim. GubernurJatim Khofifah Indar Parawansa sendiri sudah menerbitkan surat edaran bernomor 474.14/810/109.5/2021 tentang pencegahan perkawinan anak. 

SE tersebut ditandatangani Khofifah per 18 Januari 2021 lalu. "Diharapkan supaya pak bupati sama pak wali kota itu bisa melakukan langkah-langkah yang seperti di dalam surat edaran tersebut, terutama dalam rangka penurunan perkawinan anak," ujar Andriyanto kepada wartawan pada Rabu, 20 Januari 2021. 

Ada enam langkah harus dilakukan kepala daerah dalam SE itu. Di antaranya, memerintahkan atau mengajak semua stakeholder mulai kantor urusan agama (KUA), camat, lurah/kepala desa, ketua rukun tetangga (RT), hingga tokoh masyarakat bersama-sama mencegah pernikahan dini. 

Gubernur Jatim mengajak untuk mensosialisasikan usia matang menikah, yakni 25 tahun untuk laki-laki dan 21 tahun bagi perempuan. "Juga menganjurkan bupati dan wali kota membuat komitmen untuk OPD melakukan pencegahan perkawinan anak," kata Andriyanto. 

SE juga memuat anjuran, dukungan, dorongan, serta upaya memfasilitasi kepada seluruh warga untuk dapat memenuhi pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 tahun. Pemda juga diminta menyiapkan sarana prasarana pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Tugasnya kata Andriyanto memberikan layanan konseling keluarga untuk mencegah pernikahan dini.