MUI Akan Rapat Terkait Perpres Investasi Miras

Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar, menyampaikan seruan di akhir tahun 2020.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Syaefullah.

VIVA – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar mengatakan, lembaganya dalam waktu dekat akan menggelar rapat terkait polemik pemerintah yang membolehkan investasi minuman keras (miras) melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Hasil rapat akan disampaikan sebagai sikap MUI soal itu.

Dalam rapat, lanjut Kiai Miftach, akan dibahas di antaranya terkait untung dan rugi serta madlarat dan manfaat investasi miras. Ia menegaskan, keputusan rapat soal itu akan keluar dalam waktu dekat, dua atau tiga hari lagi. “Jadi, yang kemarin-kemarin ada (berpendapat) atas nama MUI, itu bersifat pribadi,” katanya kepada wartawan di Surabaya, Senin, 1 Maret 2021.

Secara pribadi, Kiai Miftach menegaskan bahwa dalam Islam miras hukumnya haram, baik sedikit atau banyak, berskala kecil maupun besar. Bukan hanya di Islam, menurutnya, di agama lain juga demikian. “Miras itu sudah diharamkan semua agama, agama itu mengharamkan,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sunnah Surabaya itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas merasa kecewa dan tidak mengerti mengapa pemerintah menetapkan industri minuman keras yang sebelumnya masuk ke dalam kategori bidang usaha tertutup, tapi sekarang dimasukkan ke dalam kategori usaha terbuka.

“Jadi saya melihat inilah salah satu buah dari disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang jelas-jelas tampak lebih mengedepankan pertimbangan dan kepentingan pengusaha daripada kepentingan rakyat," kata Anwar Abbas di Jakarta.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengkritisi dan menolak kebijakan tersebut. Ketua PBNU Marsudi Suhud menilai miras hukumnya haram, baik sedikit atau banyak. "Lalu, apakah ada perbedaan sikap terdahulu dengan sekarang? Jawabnya simple, kata Ketua Umum NU (KH. Said Aqil Siradj) itu tetap tidak setuju  baik karena 'qoliiluhu au katsiruhu harom', baik sedikit atau banyak hukumnya tetap haram," ujarnya.