Karyawan BCA Salah Transfer yang Melaporkan Ardi hingga Ditahan

Menghitung uang kertas rupiah pecahan Rp100 ribu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Executive Vice President Secretariat & Corporate Communications BCA, Hera F Haryn, menyampaikan bahwa banknya bukanlah pelapor dalam perkara salah transfer yang membelit Ardi Pratama, warga Manukan Lor, Kota Surabaya, Jawa Timur. Pelapor adalah NK yang merupakan karyawan yang bertugas dan melakukan kesalahan saat melayani warkat kliring dari nasabah lain di kantor BCA Citraland Surabaya namun uang nyasar ke rekening Ardi. 

Saat melapor ke polisi, NK disebutkan sudah tidak bekerja di BCA.

Pihak BCA juga menyebutkan bahwa dana salah transfer sebesar Rp51 juta akhirnya dikembalikan oleh NK ke pihak BCA. 

“Pelaporan dilakukan oleh karyawan BCA yang pada saat melaporkan kasus ini yang bersangkutan sudah purna bakti dan dengan kesadarannya sendiri dan itikad baiknya sudah mengganti dana salah transfer tersebut,” kata Hera dalam keterangan tertulis diterima pada Senin, 1 Maret 2021.

Penasihat hukum terdakwa Ardi, R Hendrix Kurniawan kemudian mempertanyakan dalih pihak BCA soal hal itu. Sebab kata dia, saat melayani warkat kliring milik nasabah berinisial P, NK bertugas dalam kapasitasnya sebagai karyawan BCA. 

“Lha di sini yang melaporkan jadinya personal,” kata Hendrix kepada VIVA melalui sambungan telepon genggam pada Selasa, 2 Maret 2021.

Hendrix lantas menguraikan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjung Perak terhadap Ardi. “Yang dikatakan unsur transfer dana itu adalah perintah A melalui B untuk memindahkan dana A ke C. Itu harus terpenuhi dulu unsur pidananya,” tandasnya.

A dimaksud Hendrix ialah nasabah pemilik dana dan B adalah pihak bank yang diminta A untuk memindahkan dananya. 

“Artinya B ini siapa, berarti, kan, bank, penyelenggara. Ketika penyelenggara itu melakukan kesalahan, barulah undang-undang (transfer dana) Pasal 85 itu bisa diterapkan. Nah, dalam kasus ini BCA membantah bahwa pelaporan itu bukan dilakukan oleh BCA selaku badan hukum. BCA bilang, ini perorangan,” ujarnya.

Namun karena perorangan, Hendrix berpendapat semestinya yang dijadikan rujukan hukum dalam menyelesaikan masalah salah transfer itu adalah Pasal 1360 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Bunyinya "barang siapa secara khilaf atau dengan mengetahuinya, telah menerima sesuatu yang tak harus dibayarkan kepadanya, diwajibkan mengembalikan barang yang tak harus dibayarkan itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya".

Apalagi lanjut Hendrix, duit salat transfer sebesar Rp51 juta sudah diganti oleh NK selaku karyawan BCA yang melakukan kekeliruan saat itu. 

“Mestinya si Nur (NK) ajukan gugatan keperdataan karena ini sudah bicara perorangan. Harusnya, kalau Pasal 85 (UU Transfer Dana), yang melaporkan secara resmi adalah corporate (BCA). Tidak bisa perorangan,” kata dia.

Atas dasar itulah Hendrix berharap majelis hakim menolak dakwaan jaksa dan menerima eksepsi kliennya dalam sidang putusan sela yang dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis depan, 4 Maret 2021. Jika pun kata dia hakim memutuskan untuk melanjutkan perkara tersebut ke pembuktian maka ia akan berupaya keras untuk membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah. 

“Karena harusnya ini perdata,” ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, warga Manukan Lor, Kota Surabaya, bernama Ardi Pratama, diseret ke pengadilan karena didakwa menggelapkan uang salah transfer dari BCA kantor Citraland Surabaya pada Maret 2020. Dua pekan kemudian, pihak BCA baru memberitahu dan meminta Ardi mengembalikan duit tersebut. Versi Ardi, ia menyanggupi untuk mengembalikan uang itu namun dengan cara diangsur. Pihak BCA menolak. Lantas mantan karyawan BCA berinisial NK melaporkan Ardi ke Polrestabes Surabaya.