Soal Genosida Uighur, Anggota DPR Minta Dunia Tekan China

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Al Muzzammil Yusuf.
Sumber :
  • Dok. PKS.

VIVA - Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf, menyatakan bahwa persoalan Uighur di Xinjiang memang seharusnya diangkat menjadi permasalahan serius dunia. Menurutnya, sudah saatnya negara-negara dunia termasuk Indonesia, bersuara terhadap pelanggaran berat HAM China terhadap Etnis Uighur tersebut.

“Karena tanpa tekanan negara-negara dunia di PBB dan IPU (International Parliamentary Union), China tentu tidak akan mengubah represi HAM-nya terhadap Uighur,” kata Muzzammil kepada wartawan, Minggu, 21 Maret 2021.

Genosida terhadap etnis Uighur adalah sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap kelompok muslim itu dengan maksud memusnahkan atau membuat punah mereka.

Baca juga: Laporan Terbaru Tuding China Mau Musnahkan Etnis Uighur

Anggota DPR dari daerah pemilihan Lampung tersebut menyampaikan apa yang dilakukan pemerintah China terhadap muslim Uighur sangat tidak patut ditunjukkan di panggung internasional. Misalnya saja, pernikahan yang dipaksakan, sterilisasi kelahiran, pemerkosaan, penyiksaan hingga pembantaian, memisahkan anak dengan orang tua dan membangun penjara massal untuk muslim Uighur.

“Itu cara-cara terbelakang. Sekarang ini wajah dunia adalah kemanusiaan. Pesan dunia internasional, yaitu jauhi tindakan intimidasi, pelecehan atas HAM," katanya.

Sementara itu, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta pemerintah Indonesia memberikan pengaruhnya kepada China, agar negeri tirai bambu ini menghentikan aksi kejam genosida.

“Beberapa waktu lalu Pak Luhut Menko Maritim dan Investasi mengungkapkan betapa eratnya persahabatan dengan China. Dalam konteks tertentu, Pak Luhut mengatakan apa saja yang kita minta dia (China) mau. Seperti Amerika, Prancis, Belanda dan negara dunia lainnya,  minta China hentikan aksi kejam genosida terhadap Uighur,” kata peneliti CENTRIS, AB Solissa, saat dihubungi wartawan.

Solissa menilai Indonesia dapat menggunakan momentum kedekatan ini, untuk memperingatkan China agar menyudahi aksi genosida terhadap Etnis Uighur seperti yang dituduhkan oleh negara-negara dunia.

“Bukankah dalam mukadimah UUD 1945 jelas disebutkan pemerintahan ini dibentuk juga untuk berperan dalam menjaga perdamaian dan ketertiban dunia,” katanya.

Amerika Serikat dan China berencana melakukan pertemuan di negara bagian Alaska AS. Salah satu yang akan dibahas adalah mengenai isu genosida etnis Uighur di Xinjiang yang dilakukan oleh otoritas China.

Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi sekitar 10 juta orang Uighur yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi masyarakat di Xinjiang China.

Dugaan otoritas China telah melakukan diskriminasi budaya, agama, dan ekonomi hingga genosida yaitu penghilangan paksa ras Uighur dengan cara-cara sadis seperti penyiksaan hingga pembantaian, pemerkosaan dan penjara untuk mem brain wash etnis Uighur, semakin kuat disuarakan oleh negara-negara dunia.

Terbaru, pejabat AS dan pakar PBB menyatakan hingga satu juta orang atau sekitar tujuh persen dari populasi Muslim di Xinjiang, telah ditahan dalam jaringan kamp "pendidikan ulang politik" yang dibuat oleh otoritas China.