Survei: 94 Persen Masyarakat Setuju Sekolah Tatap Muka Kembali
- tvOne/Teguh Joko Sutrisno
VIVA – Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei nasional mengenai evaluasi publik atas penanganan pandemi COVID-19.
Direktur eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah menyatakan, kebijakan membuka sekolah setelah setahun pandemi mendapat dukungan mayoritas. Sebanyak 94 persen responden menyatakan setuju dengan kebijakan pembukaan sekolah tersebut.
“Mayoritas publik inginkan sekolah kembali dibuka, hanya 6 persen yang menyatakan tidak setuju, 94 persennya setuju," kata Dedi di Jakarta, Senin, 5 Mei 2021.
Tak hanya itu, jajak pendapat juga menanyakan kepada responden dalam hal ini masyarakat, yaitu setidaknya hanya 36 persen responden yang menyatakan setuju dengan kebijakan penutupan sekolah selama ini.
“Kami menguji kebijakan penutupan sekolah yang sudah berjalan sekira setahun ini, hanya 36 persen yang memberi dukungan, dan 64 persen menyatakan tidak setuju dengan kebijakan penutupan. Padahal kebijakan itu muncul saat pandemi di puncak popularitas,” katanya.
Kata dia, kebijakan penutupan sekolah sejak awal tidak sepenuhnya mendapat respons positif yang dominan. Hal ini ia sebut dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya kebijakan lain yang tidak mendukung.
“Tidak sedikit orangtua siswa yang tetap bekerja, terutama di daerah yang banyak industrinya, mereka tetap harus meninggalkan rumah untuk datang ke pabrik, sehingga tidak dapat mendampingi pembelajaran di rumah, hal ini disayangkan,” ujarnya.
Survei IPO dilakukan pada 20-30 Maret 2021 dengan metode pengambilan sampel multistage random sampling (MRS), melibatkan 1.200 responden tersebar proporsional seluruh Indonesia.
Keabsahan data dilakukan dengan wawancara ulang melalui telepon terhadap 15 persen dari total responden. Sementara batas kesalahan (sampling error) 2,50 persen dengan tingkat akurasi 97 persen.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Pendidikan Bukik Setiawan mengatakan, sebaiknya PJJ dan tatap muka dilakukan bersamaan. Hal ini karena murid, guru dan orangtua tetap butuh untuk tatap muka karena sudah kelelahan dengan PJJ secara penuh.
"Saya melihat bahwa bukan hanya murid, bukan hanya orangtua, tapi juga guru itu sudah setelah setahun lebih dengan PJJ sudah kehabisan stamina dan kehabisan kreativitas, sehingga variasi tatap muka sudah perlu dibuka. Karena kalau dipaksakan PJJ terus, kreativitas habis, kesabaran habis dan justru malah kondisi lebih buruk akan terjadi,” ujar Bukik.