Nekat Mudik ke Jatim, Dikarantina 5 Hari dan Bayar Biaya Sendiri

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA – Warga perantauan asal Jawa Timur mesti berpikir ulang untuk mudik ke kampung halaman pada Lebaran tahun ini. Sebab, Pemerintah Provinsi setempat menyiapkan sanksi yang tidak mengenakan. Yakni karantina selama lima hari tanpa disediakan anggaran sepeser pun. Pemudik diminta membiayai sendiri kebutuhannya selama di karantina. 

Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah, Indar Parawansa, usai mengikuti rapat koordinasi operasi ketupat dengan Kepala Kepolisian RI, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, secara virtual dari Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur pada Rabu, 21 April 2021.

"Mereka yang nekat mudik harus menjalani karantina 5x24 jam dengan biaya yang dibebankan kepada masyarakat yang akan mudik itu. Biaya karantina pun dibebankan kepada orang yang bersangkutan. Jadi ini perlu tersampaikan kepada masyarakat," kata Khofifah kepada wartawan. 

Ia mengatakan, secara teknis karantina tersebut nantinya akan dibuat oleh posko-posko di kelurahan dan desa dengan memperhatikan protokol kesehatan COVID-19. Keputusan terkait itu sebagaimana diatur di dalam Instruksi Mendagri Nomor 9 Tahun 2021.

Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Jatim sendiri telah menetapkan tujuh titik penyekatan terbagi dalam delapan rayon untuk menghalau para pemudik selama tanggal 6 Mei sampai 17 Mei 2021. Titik-titik penyekatan terutama diketatkan di perbatasan, seperti di Kabupaten Ngawi dan Magetan yang berbatasan dengan Jawa Tengah, Tuban berbatasan dengan Jateng di Pantura, dan Banyuwangi yang berbatasan dengan Bali. 

Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama itu mengatakan, larangan mudik diputuskan untuk mencegah penularan COVID-19 di Jatim yang saat ini trennya mengalami penurunan kasus. Apalagi, berdasarkan data dari Kapolri, sebanyak 43 persen orang lanjut usia berpotensi meninggal dunia jika terpapar COVID-19. 

Di sisi lain, lanjut Khofifah, tradisi mudik berlaku di masyarakat sebagai ajang silaturahim anak kepada orang tua dan keluarga di kampung halaman. "Kalau kita menyayangi keluarga, terutama yang paling sepuh, data dari Pak Kapolri perlu kita ingat," ujarnya.